Bibilografi
ANOTASI BIBLIOGRAFI
PKN PRESFEKTIF
INTERNASIONAL
Oleh:
Patma Tuasikal
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
Dual
Citizenship and Political Participation Interaction Migrants In The United
States And Politcal ( Colombia Cristina
Escobar Temple University,Philadelphia, PA )
Studi latino 2004, 2, (45-69) 2004 Palgrave Macmillan Ltd 1476-3435 / 04 $
25,00 www.palgrave-journals.com/lst
Dalam
artikel ini mengambarkan tentang
naturalisasi antara Amerika Serikat
dalam mengendalikan imigran Kolombia
untuk mempertahankan hubungan dengan negara lain dalam menciptakan kedamaian
dan keamanan.Penulis juga berpendapat bahwa naturalisasi tidak bisa difahami
sebagai fenomena menuju penggabungan imigran dengan negara asing. Karena
menurut analisis penulis bahwa penelitian yang dilakukan di tingkat nasional, regional dan lokal dengan wawancara
pada pemimpin masyarakat Kolombia
dan pejabat negara serta melakukan penelitian dalam arsip negara dengan mewawancarai 3
pemimpin regional dan lokal( di daerah New York City dan Utara New Jersey )
serta 35 imigran Kolombia
di Northbrook, NJ, dan 37 orang di kota La esperanza sehingga sebagian besar
imigran berasal dari diwilayah Kolombia. Karena itu penulis mulai
membahas perdebatan umum tentang kewarganegaraan ganda serta menganalisis
tentang naturalisasi antara Kolombia
, setelah itu membahas tentang undang - undang kewargannegaraan ganda dalam
partisipasi transionalisme politik di Kolombia
Amerika serikat. Di sisi lain perdebatan tentang kewarganegaraan ganda itu muncul dari perselisihan antara
pandanggan konvensional yang menerima keanggotaan tunggal dalam negera seperti
melihat kewarganegaraan ganda sebagai potret masalah oleh karena itu,harus dibatasi sebab berbahaya
bagi bangsa,sehingga
penulis menggaris bawahi
dimensi kewarganegaraan antara lain,status hukum kewarganegaraan ( Baubock,
2001 ) atau kewarganegaraan formal ( Brubaer, 1992 ),demensi kewarganegaraan
demokrasi ( Baubock, 2001 ) atau kewarganegaraan substansi Brubaker, 1992 ),
ketiga dimensi mengacu
pada hak - hak kewajiban warga negara dalam komunitas politik Ada juga beberapa
penulis masih membedakan ketiga demensi
kewarganegaraan meliputi aktual,praktik berpartisipasi yang dapat
mempertahankan rezim demokrasi ( Baubock 2001: 5 ) karena dalam prakteknya
dapat menyelesaikan kasus dengan perjanjian bilateral dan hukum Internasional (
Legomsky, 2003; Martin, 2003: 15 ) terutama perdebatan mengenai loyalitas, hak
suara dan instrumentalitas ( Aleinikoff dan Klusmeyer, 2002; Hanson dan Weli,
2002; Martin, 2003; Schuck,1998; dan Spiro, 2003 ) ini perdebatan yang sangat
penting di AS. Yang meliputi penolakan sumpah naturalisasi sebab jumlah imigran Amerika
latin mengalami peningkatan sehingga memungkinkan mereka dapat memiliki kewarganegaraan ganda
meskipun enam diantara 10 negara Amerika Latin yang mengadopsi Undang - Undang
baru setelah tahun 1990 ) dan 10 negara Karibia
mengakui kewarganegaraan ganda tersebut ( Jones - Correa, 2003 ). Untuk
menyelesakan permasalahan tersebut maka digunakan suatu pendekatan presfektif
asimilasi tradisional dari pengalaman migrasi Eropa abad 20,yang berbeda dalam penggabungan migran
menjadi warga setempat atau tuan rumah.Oleh karena itu dalam Analisis
naturalisasi migran diKolombia setelah diberlakukannya kewarganegaraan ganda di
negara mereka,menunjukkan bahwa orang tidak selalu menaturalisasikan
diakibatkan lemahnya loyalitas sebelumnya,namun memungkinkan mereka memilih ketika mereka yakin
bahwa,dapat menjaga hubungan formal dengan negara asalnya. Karena migrasi dan
transnationality ditemukan
dalam proses gender,(Simon
dan Brettell, 1985; Grasmuck dan Pessar, 1991; Hondagneu- Sotelo, 1994; Pessar,
1999),naturalisasi dan kewarganegaraan ganda dialami secara berbeda berdasarkan
gender. Temuan menunjukkan peluang yang memungkinkan untuk penelitian masa
depan, termasuk perbedaan gender dalam politik transnasional,organisasi
transnasional, serta peran gender dalam keputusan keluarga mengenai
naturalisasi,dalam penggunaannya
sebagai imigran dan strategi transnasional.
Perceptions
of teachers and learners on the efectiveness of civic education in the
development of civic competency among learners in chipata districy,Zambia (
Awoniyi samual adebayo, PhD and Francis lupupa Zimba, M.Ed);European Scientific
Journal March 2014 edition Vol 10, No.7 ISSN : - 7881 ( Print ) e - ISSN 1857 –
7431
Dalam jurnal ini meneliti tentang Persepsi Guru dan Pelajar pada Efektivitas Civic Education dalam
Pengembangan Civic Kompetensi antara peserta didik di Chipata negara bagian
Timur Zambia. Penelitian menggunakan metode deskriptif
kuantitatif. Variabel yang berhubungan dengan penelitian ini adalah
pengetahuan masyarakat, keterampilan sipil dan disposisi sipil. jumlah
sekolah menengah di Chipata adalah tujuh sekolah dengan 228 guru dan 7550
murid.sampel dalam penelitian terdiri dari tiga sekolah menengah).Tiga puluh
guru (10 dari masing-masing sekolah) yang dipilih secara acak. Seratus
delapan puluh (180) murid (60 dari masing-masing sekolah dan 20 dari
masing-masing tingkatan kelas 10-12) yang dipilih dengan menggunakan teknik
simple random sampling. Serta digunakan kuesioner terstruktur untuk
pengumpulan data. Setelah itu kuesioner divalidasi. sebagai contoh
dilakukan dalam satu sekolah pendidikan di Chipata dengan menggunakan 35
responden (5 guru dan murid 30). Sedangkan Reliabilitas instrumen ditentukan
dengan menggunakan metode reliabilitas Alpha Cronbach. Sebuah reliabilitas
Alpha koefisien 0,829 diperoleh. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan
menggunakan statistik untuk Ilmu Sosial (SPSS). Statistik deskriptif
adalah penjumlahan dari hasil analisis yang menunjukkan bahwa baik guru dan siswa menganggap pendidikan kewarganegaraan
sangat efektif dalam pengembangan kompetensi sipil pelajar 'dalam hal
pengetahuan masyarakat, keterampilan sipil dan sipil disposisi. Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa
pendidikan kewarganegaraan memainkan peran penting dalam perkembangan politik
pelajar. Pendidikan Civic merupakan komponen penting dari pendidikan yang memupuk pada peserta
didik untuk berpartisipasi dalam kehidupan
publik demokrasi, dengan menggunakan hak-hak mereka untuk pelaksanaan tanggung jawab mereka dengan pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan.Dari penjelasan di atas jelas bahwa pendidikan kewarganegaraan
secara signifikan berperan dalam perkembangan politik dari peserta didik
Pendidikan kewarganegaraan adalah komponen penting pendidikan yang tumbuh dalam
partisipasi masyarakat dan kehidupan publik demokrasi, untuk menggunakan
hak-hak mereka serta melepaskan tanggung jawab mereka dengan pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan Penelitian ini mengungkapkan bahwa pendidikan
kewarganegaraan memang penting dalam pengembangan tiga pokok utama yaitu,elemen
sipil seperti dalam (pengetahuan sipil, keterampilan sipil dan sipil
disposisi). Berdasarkan hal ini, direkomendasikan bahwa para pembuat
kebijakan, Pemerintah dan pengendali kepentingan lainnya harus berdasarkan
pendidikan pembelajaran sipil di sekolah
sekolah,yang melaksanakan pendidikan kewarganegaraan sebagai subjek umum bukan
opsional subjek serta mendirikan dewan sekolah yang akan meningkatkan kebebasan
bagi pelajar dalam berpartisipasi di sekolah.
Citizenship values in school
subjects: a case-study on Iran’s elementary and secondary education school
subjects (Hamid Ebadollahi Chanzanagh
Farid Mansoori,Mahdi Zarsazkar ), vailable
online at www.sciencedirect.com Procedia Social and Behavioral
Sciences 15 (2011) 3018–3023,WCES-2011
Dalam penelitian ini, menggunakan teori 'reproduksi
budaya' yang mana teorinya, lebih meningkatkan nilai Kewarganegaraan yang
terdapat dalam mata pelajaran sekolah dasar dan menengah di Republik
Islam,dimana sistem pendidikan Iran telah dipelajari secara kritis. Melalui
Buku teks yang dipilih serta dianalisis meliputi empat jenis mata pelajaran
sekolah yang konsepnya mengarah pada kebijaksana baik secara implisit maupun
eksplisit yang mengandung materi secara relevan dengan Nilai Kewarganegaraan
demokratis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah "analisis
wacana kritis" fungsinya untuk melacak ekstrak jejak nilai-nilai
tersembunyi dalam mata pelajaran sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dalam buku-buku ini konsepnya diterapkan seperti kepuasan, patriarki,
keunggulan agama, ketaatan, dan kehormatan.Dalam penelitian ini, teori analisis wacana kritis (Fairclough, 1995, 1989) telah
digunakan.yang didasarkan (Fairclough, 1995, 1989) didasarkan pada
deskripsi, interpretasi dan penjelasan hubungan antara bahasa,tindakan sosial
dan dunia sosial. Kritis teori analisis wacana dapat digunakan sebagai alat analisis konteks,interaksi dan tindakan sosial
dalam kekuatan lokal, kelembagaan dan sosial. Dalam ide Faircloughi, yang
diteliti dalam Fenomena harus dipandang sebagai konteks, setelah itu sebagai
hal yang dihasilkan, selanjutnya sebagai sesuatu yang dikonsumsi (Ditafsirkan)
oleh orang lain, dan akhirnya kita harus berhubungan ke kehidupan sosial dan
konteks sosial. Wacana kritis analisis didefinisikan sebagai pencarian yan
berhubungan dengan kekuasaan dalam kehidupan sehari-hari dengan demikian dapat
digunakan sebagai metode dalam kekuatan yang berbeda. Dalam penelitian
ini, jua buku pelajaran sekolah tingkat dasar dan menengah, seperti teks yang
berisi hubungan kekuasaan di dalam, sedang dianalisis. serta mencoba untuk
menyelidiki citizenship-hubungan kekuasaan yang terkait, yaitu hubungan
kekuasaan berjalan sekitaran konsep yang digambarkan dari kewarganegaraan dalam
teks-teks kelas, dan apakah konsep kewarganegaraan sebagian besar ditentukan
oleh tugas yang tepat.Selain itu dalam Buku teks yang dipilih sebagai sampel untuk analisis
wacana kritis termasuk 19 teks sekolah dasar dan pelajaran sekolah
menengah. Model pengambilan sampel yang menyebabkan memilih 19 naskah
adalah dua-tahap sampling. Pada tahap pertama menggunakan Metode berbasis target sampel telah
digunakan: mengingat subjek utama dari studi ini
(nilai kewarganegaraan) sedangkan yang kedua
menggunakan pengambilan sampel teoritis Metode (Strass & Carbin, 1999)
digunakan. Penarikan sampel teoretis membantu penulis dapat memilih pilih teks yang lebih terkait dengan ini
,Pendekatan teoritis studi, yaitu teori reproduksi dan konsep kewarganegaraan
dan kebanyak sampel buku digunakan karena masalah kebanyakan berkaitan dengan
nilai-nilai kewarganegaraan kebanyakan seperti dalam buku "Farsi"( persia),’’Talimate Ejtemaiy" (etika pelatihan Sosial), "Talimate
Diny va Farhange Eslami" (Agama Islam dan pelatihan budaya). Oleh sebab itu Hasilnya adalah
melakukan Investigasi pada 19 unit yang dipilih sehinggaa menunjukkan bahwa
kedua nilai kewarganegaraan berbasis hak dan berbasis-tugas yang didefinisikan
dalam wacana keagamaan dan sampai batas tertentu wacana nasional, yang dengan
sendirinya bertentangan dengan beberapa hak berbasis-nilai kewarganegaraan
dalam beberapa kasus. Untuk itu dalam penyelidikan menyeluruh dari
petunjuk nilai kewarganegaraan terwakili di dalam buku pelajaran sekolah
masing-masing dan nilai-nilai ini secara terpisah dibahas
Internasional
Journal Progresive Pendidikan: Education for Active Citizenship, (Alistair Ross
,Oktober 2012,Universitas London ),Volume 8 No 3, 2012 ISSN: 1554-5210;
Jurnal ini tujuannya untuk
menciptkan kewarganegaraan yang aktif bukan kewarganegaraan pasif, beberapah ahli
merangkum gagasannya yaitu,menurut Bernarck Crick menulis tentang pendidikan
itu menciptakan suatu kewarganegaraan aktif yang dilaksanakan sesuai kondisi
sosial ,ditunjukan dengan ( 1999,p.337 ) menjadi warga negara otokrasi dan negara demokrasi, menurut
Verdan,1998, Moravsci,2004; Avbelj, 2005; Mitchell, 2005; Hirschhorn,2006 ), kewarganegaraan aktif dikembangkan dengan suatu
partisipasi lewat pemilu, Ada perbedaan kewarganegaraan aktif dan pasif
yang diperdebat selam enam tahun
terakhir sehingga Kennedy ( 2006 ) menyarankan empat model yaitu Konvensional
politik ( Almond dan verba ),Kegiatan sosial ( Lister,2003 ),aksi gerakan
perubahan ( 1991,34 ) dan aksi kewarganegaraan individu,selain itu Kennedy juga
membedakan dua kewarganegaraan pasif yaitu identitas nasional ( Ghosh,2012 )
dan patriotisme.Namun perbedaan ini tidak jelas hal ini ditunjukan oleh
analisis dari Nelson dan Kerr yang menunjukan ada variasi budaya yang kuat dianggap
sebagai kewarganegaraan aktif.Di beberapah negara kewarganegaraan aktif
didorong dan dikembangkan berdasarkan perkembangan sejarah dan konfiguarsi
negara sedangkan di negara eropa identitias nasional dilihat sebagai konstruksi
sosial yang merangkul beragam politik aktif bagi warga negara. Ide-ide tentang kewarganegaraan di kembangkan oleh
Heater,1990; Uni Eropa,tahun 1992,1993;dan Dewan Eropa 2002. Bentuk aktivitas
kewarganegaraan aktif lebih besar daripada aktivitas kewarganegaraan pasif atau
perilaku aktif konvensional,di sisi lain
Davies dan Issitt ( 2005 ) menunjukan bahwa aspek program pendidikan
kewarganegaraan global dimasukan kedalam pendidikan kewarganegaraan untuk
membatasi keadaan gerakan tersebut.Selain itu pengembangan kewarganegaraan
sebagai identitas pasif menyebabkan beberapah masalah Namun sebagai individu
secara resmi sebagai warga negara prancis ( Suterherland 2002 ), Mannitz,2004
mengidentifikasikan isu - isu paralel identitas
kewarganegaraan antara kaum muda yang merupakan turunan dari bangsa
jerman.Berdasarkan beberaph penulis tersebut kunci atau komponen utama program
pendidikan kewarganegaraan aktif yang
efektif dibeberapah negara terdapat dalam tiga unsur yaitu nilai – nilai
disposisi, keterampilan, kompetensi, pengetahuan dan pemahaman ( Crick dan Lister, 1979; Crick,1998; Kerr dan Irlandia,
2004; Cleaver dan Nelson, 2006). Ana Bela Ribeiro dan rekan -
rekannya ( 2012 ), berdasarkan evaluasi mereka bahwa pendidikan difokuskan pada
120 lembaga swadaya masyarakat di 20 Negara Eropa namun berdasarkan 3 artikel
menunjukan bahwa tidak semua sekolah mampu mengembangkan kewarganegaraan aktif
hal ini bisa dilihat pada analisis dari Bronwyn Wood ( 2012 ) bahwa untuk
memerangi persepsi dan praktek kewarganegaraan aktif dilaksanakan oleh 27 guru
di sekolah selandia baru.sedangkan Sally Inman dan rekan - rekannya ( 2012 )
lebih fokus pada isu praktek kewarganegaraan
di sekolah dengan meneliti murid
pada rentan usia antara 9 - 17 tahun, sedangkan Shreya dan Ghosh ( 2012 )
menganalisis pengembangan kebijakan pendidikan kewarganegaraan di India, pakistan
dan bangladesh yang menunjukan praktek pendidikan membangun gagasan
kewarganegaraan melalui aspirasi masyarakat,Oleh karena itu Joseph Chow ( 2012
) menguraikan kewarganegaraan aktif mencakup kerangka umum kompetensi sipil, untuk dianalisis di seluruh Eropa.
Crick menulis, dalam laporannya tahun 1998,bahwa warga negara yang aktif memiliki
pengaruh dalam kehidupan publik dengan kapasitas mempertimbangkan bukti sebelum
berbicara dan bertindak karena pendidikan kewarganegaraan harus membuat
individu yakin untuk terlibat didalamnya ( 1998,7-8 ).
Promoting "Active Citizens"? Vision Critical
NGOs more Citizenship Education as Priority Education across Europe Author ( Ana Bela Ribeiro, Mariana Rodrigues,Andreia Caetano, Sofia Pais &
Isabel Menezes) Volume 8 No 3,
2012: Februari, Juni, dan Oktober ISSN: 1554-5210 )
Dalam penulisan jurnal ini lebih menekankan pada
kebijakan pendidikan yang menganggap
sekolah terlalu fokus pada demokrasi formal daripada kritis terhadap negara,serta
melihat pada kenyataan yang mempertimbangkan bagaimana
CE menetapkan kebijakan pendidikan, LSM
yang mengevaluasi kebijakan dalam
praktek CE di 20 Eropa negara. hal
ini dibuktikan dengan adanya penyelidikan LSM Eropa melalui survei e-mail
berlangsung dari tahun 2010-2011 bulan februari diambil dari database yang
ada.karena secara keseluruhan pendidikan kewarganegaraan menunjukan
konsep keseragaman dan strategi kulikuler ( Kennedy, 1997; Hahn, 1998;
Ichilov, 1998; Torney- Purta, Schwille, & Amadeo, 1999; Schulz, Ainley,
Fraillon, Kerr, & Losito, 2010 ),kenyataannya dilihat dari analisis
kebijakan pada 20 negara Eropa yang menunjukan kompleksitas CE.kebijakan
pendidikan kewarganegaraan ( CE ) melibatkan
pengetahuan yang menekankan pada hukum dan kaemanan negara sebagai warga negara
yang pasif, meskipun menekankan pentingnya mengembangkan pemikiran kritis,
partisipasi aktif dan keterlibatan siswa terutama mempromosikan konsepsi
kewarganegaraan berdasarkan tindakan konvensional ( Noris, 2002 ). Oleh karena
keterlibatan LSM dan CE sebagai suatu tindakan atau hubungan antara sekolah dan
masyarakat sebab LSM menekankan peranan penting dalam masyarakat kontemporer
(Warleigh,2001 hal.662 ), di sisi lain CE lebih melihat pada warga negara yang
aktif,kritis yang mengakibatkan ketidakberdayaanya (misalnya, Stewart &
Weinstein, 1997).Namun kebijakan CE
difokuskan pada teori demokrasi formal
serta menghormati hak dan tanggung jawab.maka Kemitraan antara pemerintah,
masyarakat sipil, partai politik, organisasi pemuda dan bahkan perusahaan
swasta secara eksplisit diidentifikasi sebagai saluran potensial untuk CE
melalui banyak sumber publik atau swasta
dapat diperoleh dari penyediaan pendidikan yang bisa diperkaya,Selain itu,
peran CE dalam memprmosikan masyarakat sipil yang kuat lebih ditekankan seperti
pendapat dari Boje, ( 2008.hal 3 ) bahwa kemungkinan masyarakat sipil,menjadi
fokus untuk belajar demokrasi, politik refleksivitas dan di satus sisi
pemerintah bergantung pada mekanisme institusi tertentu,dan di sisi lain
masyarakat sipil merupakan bagian dari kelembagaan konfigurasi. Selain itu
dalam pembagian kekuasaan secara riil oleh pemerintah dilakukan melalui
kebijakam partisipatif yang meningkatkan
hak - hak warga negara dan bentuk kelembagaan partisipasi ( Hedtke,dalam pers )
yang di ungkapkan bahwa demokrasi di seluruh eropa masih harus bekerja untuk
meningkatkan partisipasi kritik secara
aktif dalam warga negara, meskipun CE memiliki kebijakan pendidikan yang modis
di seluruh eropa.Namun pendidikan kewarganegaraan sering muncul misalnya pada
negara Austria, bulgaria,Estonia, Portugal, Romania, Slovakia dan Swedia dan CE
sering juga disebut di Inggris.Secara eksplesit CE menjadi mata kuliah wajib dan pilihan.sehingga
CE dapat di implementasikan sebagai hal utama dalam kurikulum .Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa visi CE sebagai
prioritas dalam dokumen kebijakan pendidikan perlu dipertanyakan oleh karena
itu LSM menganggap bahwa sekolah terlalu fokus pada demokrasi formal dan
terlalu menekankan penghargaan untuk aturan, nilai-nilai dan tanggung
jawab,dalam menerapkan kritis, informasi dan aktif bagi warganya. Terutama di negara-negara dengan masa lalu yang otoriter, oleh
sebab itu LSM menganggap bahwa model konformisme masih dominan, dan menekankan
peran CE dalam menerapkan masyarakat sipil yang lebih kuat.
Citizenship
Education In Pakistan (E-mail: atifbilal@live.com Dr. R.K. Malik SZABIST,
Islamabad, H8/4, Islamabad, Pakistan Developing Country Studies www.iiste.org
ISSN 2224-607X (Paper) ISSN 2225-0565 (Online) Vol.4, No.16, 2014 )
Jurnal ini membahas tentang pentingnya
kewarganegaraan sebagai bagian dari kurikulum, serta bagaimana menggunakan
pendidikan kewarganegaraan untuk membuat siswa menjadi warga negara yang
baik.sipenulis bertujuan untuk membandingkan sistem pendidikan kewarganegaraan
dengan negara yang mapan seperti Kanada dan Inggris, karena sebagian besar warga negara Pakistan
kurang perhatian terhadap pendidikan kewarganegaraan sehingga mereka
menggunakan pendekatan untuk mengembangkan sistem informasi kewarganegaraan dan
partisipatif ( Dean, 2002; Kerr, McCarthy dan Smith 2002; Torney-Purta dan
Amadeo 1999 ) sehingga pendidikan kewarganegaraan berkaitan denga masalah
lokal, nasional dan bahkan tingkat global. Selain itu kewarganegaraan pakistan
memiliki empat domain,yaitu domain sipil,domain politik,domain sosial ekonomi
dan domain budaya.dalam membuat perbandingan pelaksanaan kewarganegaraan di Kanada
dan Inggris
penulis melakukan peninjauan secara releval pada data sekunder dan literatur,
untuk mencapainya pendidikan kewarganegaraan
dimulai dengan menulusuri sejarah perkembangan kewarganegaraan
pendidikan di Pakistan, setelah itu dibandingkan dengan Kanada dan Inggris,
kemudian masalah dan peluang dilhat berdasarkan literatur yang dikaji.
Kurikulum yang dirancang untuk berfikir kritis dan bermanfaat bagi siswa (
Wringe,1992,1998 ). Pemerintah juga membuat keputusan bagi siswa untuk
berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan ( Davies, 2002 ). Pendidikan
kewarganegaraan adalah salah satu cara terbaik untuk membuat siswa mudah dalam
berpolitik dan aktif secara sosial, Riddell ( 2002, hlm.20/23) ( DFEE / QCA,
1999, hal 4 ).Hal ini ditunjukan dalam literatur bahwa pendidikan
kewarganegaraan,ada konsep ( Turner, 1986 ) Resnick 1990; Clarke, 1994 ) dengan
tegas menyatakan pendidikan kewarganegaraan dimulai pada zaman yunani
kuno,dimana pada saat itu semua orang menggunakan partisipasi dalam proses
pengambilan keputusan sedangkan konsep pendidikan pada zaman sekarang telah
dipengaruhi oleh metode yunani yang merupakan bagian dalam pengambilan
keputusan ( Sears 1997 ), karena kewarganegaraan saat ini dianggap sebagai hal
yang paling penting antara negara dan individu ( Bottery, 2003 ). Hal ini
disebabkan hubungan kewarganegaraan
antara negara dan individu sangat penting, karena memiliki
kewarganegraan berarti setiap orang mempunyai hak untuk hidup, bekerja dan
memberikan konstribusi bagi pembangunan politik, sosial dan ekonomi. Namun
mahasiswa negara seperti Amerika Serikat, Kanada
dan Inggris
secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan politik seperti sistem pemilu dan
pemilihan pemerintah dengan alasan untuk partisipasi melalui
sistem pendidikan kewarganegaraan. Di sisi lain Pakistan
sebagai salah satu negera yang sudah 60 tahun didirikan tidak bisa
mengembangkan sistem pendidikan kewarganegaraan yang tepat dikarenakan
pemerintah sebagai pembuat kebijakan tidak meperhatikan pembentukan sistem pendidikan
khususnya
pendidikan kewarganegaraan, hal ini dikarenakan ketidaksadaran kewarganegaran,
presentasi pengecoroan suara tidak pernah mendekati 50% di semua pemilu yang
diadakan di Pakistan sejak pembentukannya. Jadi pakistan membutuhkan banyak
perhatian lebih untuk memperkuat sistem
pendidikan secara umum, dengan fokus secara khusus pada pendidikan
kewarganegaraan. Karena ini adalah salah satu cara bagi orang Pakistan
terutama mahasiswa untuk mudah mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk
berpartisipasi secara utuh dalam sosial, politik, ekonomi dan pembangunan
negara. Sebab Pendidikan kewarganegaraan di Pakistan dibuat sebagai
bagian yang penting dalam tingkat kurikulum,sistem kurikulum juga dibagi
menjadi dua sistem, swasta dan publik. meskipun sekolah swasta membuat
Kurikulum sendiri.
Citizenship Education in the Elementary Classroom:
Teacher Candidates Explain Photograph and their perception ; The journal of
sovial studies Volume,33, Issue I(ynthia Szymanski Sunal,The University of
Alabama,Lynn A. Kelley Tuscaloosa COUNTY SCHOOLS, Alabama ,Dennis W. Sunal The
University of Alabama
ketiga penulis memaparkan tentang sebuah kumpulan foto
yang diambil di kelas serta dikategorikan sebagai suatu proses protes pada
pendidikan kewarganegaraan melalui metode sosial.Hal in muncul karena adanya
komunikasi penting dalam karakteristik pendidikan kewarganegaraan demokratis
dengan kemampuan difoto untuk memfasilitasi pemahaman bagi setiap siswa sebagai
suatu tindakan yang diambil sehingga siswa secara aktif terlibat
didalamnya.sehingga tujuan utama dalam peneitian mereka yaitu menunjukan bahwa
calon guru SD dilihat dari pendidikan kewarganegaraan demokratis, siswa
terlibat dalam pelaksanaan melalui foto – foto yang diambil.Di America serikat
guru SD dibebankan untuk meletakan pedidikan kewarganegaraan ( Harwood, 2001 ),
berdasarkan pengalaman yang cukup besar dalam penempatan di kelas.karena
kewarganegaraan demokratis diperdebatkan ( Bagnon, 2003 ; Osler dan Starkey,
2003 ; Kennedy, 2003 ) pada abad 21,mendorong peristiwa kehancuran yang dialami
pada tanggal 11 september 2001, dengan bom mobil dan bom bunuh diri dibeberapa
negara,maka warga Amerika Serikat khawatir atas hak – hak mereka dibatasi oleh
pemerintah federal, sehingga terjadi kekhawatiran untuk mengungkapkan
kewarganegaraan ( Niemi dan Neimi, 2007;Osanlo 2007; Surai in press ).Selain
itu kewarganegaraan digambarkan untuk melaksanakan peran dan tanggung jawab
masyarakat demokratis ( Kerr, 2003 ),sebab komponen diperlukan untuk
pengembangan aktif kewarganegaraan harus di fasilitasi oleh sekolah ( Kerr
Cleaver, Irlandia dan Blenkinspo,2003. Dewey 1916/2004),Sekolah telah memasukan
politik dalam studi sosial pada kurikulum kewarganegaraan karena politik
terkait dengan pengetahuan tentang struktur, fungsi, dan peran pemerintah baik
tingkat lokal maupun tingkat internasional, ( Kare. 2005 ). komponen kurikulum
bertujuan untuk melibatkan masyarakat dalam tanggung jawab sosial dan moral yang di anggap bisa diterapkan pada pendidikan
kewarganegaraan demokrasi, Namun Kaye ( 2004 ), mengatakan dalam instruksi IPS
pedagogi melibatkan mahasiswa secara aktif mengembangkan kewarganegaraan
dikalangan siswa.Pendidikan kewarganegaraan yang demokrasi ditemukan dalam
pembelajaran tentang nilai – nilai bersama, hak asasi manusia, isu – isu
keadilan dan kesetraan ( Deakin Coatos, Taylor dan Ritchie, 2004, Shinew, 2001
). Selain itu guru di kelas memanfaatkan percakapan dan mengalihkan perhatian pada
isu – isu yang melibatkan siswa,dari pengalaman mereka hal ini menunjukan
inklusif dan partisipatif yang demokratis. Oleh sebab itu dari hasil isu
tersebut siswa disuruh melaporkan identifikasi foto layanan guru yang dianggap
sebagai pendidik kewarganegaraan demokratis yang terjadi didalam kelas. hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa guru SD sebagai calon pengajar pendidikan
kewarganegaraan demokratis harus didasarkan pada Pengalaman siswa yang dapat
dijangkau melalui foto-foto mereka Yang diambil. Karena
hal ini adalah kesempatan luas bagi calon guru, kemudian di bahas bersama serta
mengkategorikan bagaimana mengidentifikasi dan menafsirkan kewarganegaraan
demokratis sesuai peristiwa yang terjadi di kelas. Pendidikan IPS dalam Metode instruktur menggunakan gambaran foto terbuka
seperti dalam penelitian ini menunjukan untuk memastikan calon guru sebelum mengetahuinya. Hal ini dapat
diharapkan menjadi suatu kelompok yang berbeda dari calon yang akan membawa
kelompok yang mempunyai perbedaan pengetahuan sebelumnya.Seiring berjalannya
waktu tugas tersebut dapat membantu instruktur untuk membangun potret jenis
pengetahuan sebelumnya sering ditemukan antara kandidat di institusi pendidikan
tinggi
Citizenship,Goverance and Gender,Andrea Fleschenberg
dos Ramos Pineu Istitute of Social Sciences,
University of Hildesheim. Germany ( Pakistan
Journal of Women's Studies : Alam-e.Niswa Vol.15,
No.2, 2008, pp.43-59, ISSN : 1024-1256 )
Artikel ini bertujuan untuk menerapkan kritis terhadap hubungan Asia Selatan khususnya Pakistan dan Afganistan yang akibatnya
kewarganegaraan dan gender sama – sama membahas konsep dari tiga istilah yang
diterapkan dalam beberapah studi kasus tentang gender, suara partisipasi dalam
formal dan informal yang digambarkan pada kasus dari wiliyah Eropa dan Asia
selatan.Governance atau pengambilan keputusan diimplementasikan secara resmi
dan informal yang diperdebatkan sebagai badan pengambilan keputusan secara
resmi dialihkan kepada keputusan informal.Konsep kewarganegaraan secara khusus
feminis menulis bahwa dalam negara tanpa kecuali perempuan.dalam artikel ini
kritik feminis khususnya konsep kewarganegaraan yang di defenisikan oleh teori politik sebagai garis struktur
patrial yang tetap utuh,kesetaraan antara perempuan dan laki – laki,dan
perbedaan antara warga yang mencakup gagasan bahwa individu gabungan identitas
perempuan secara hiterogen yang mempertimbangkan faktor –faktor secara
horizontal dan vertikal,namun menurut Nancy Fraser ( 2000 ) ia menguraikan
gagasan kewarganegaraan didasarkan pada inklusi tanpa kecuali pengakuan
distribusi yang dikaitkan pada status sosial. Selain itu studi kasus pada
masalah femini di Afganistan pada tahun 2005 pemilu nasional di Afganistan para kandidat
adalah perempuan dengan mempunyai jatah kursi yang menguntungkan.Hal
ini dikarena dalam melakukan kempanye para kadidat perempuan menghadapi
kesulitan untuk mengakses daerah pedesaan
karena tidak aman dikarenakan banyak masyarakat merasa mereka tidak
memliki akses bantuan pemerintah dan perlindungan keamanan oleh polisi sehingga
menteri urusan perempuan memberi perlindungan bagi kandidat perempuan,sebab
kandidat perempuan selalu mendapat ancaman oleh kelompok militan Islamia. Di sisi lain studi kasus yang terjadi di Pakistan adanya tanda -
tanda perubahan karena sebelumnya Pakistan
memiliki wanita dalam jumlah yang banyak masuk dalam dunia politik sehingga
terjadi kritik dengan kehadiran ruang publik dalam kehidupan politik. Oleh
sebab itu penyelengaraan kewarganegaraan saling ketergantungan baik secara
efisien maupun akuntabel,responsif dan inklusif untuk kepentingan warga negara
yang dapat mendorong perempuan dalam praktek kewarganegaran,maka dari itu
kebijakan nasional paling efektif untuk mengimbangi hak - hak kewarganegaraan
perempuan.namun keterlibatan dalam perjuangan lokal sangat signifikan bagi
kebanyakan wanita. Oleh sebab itu untuk menyelasikan kedua kasus tersebut dalam
artikel ini menjelaskan adanya pendekatan inovatif dari berbagai daerah d dunia melalui jender
penilaian kemiskinan partisifatif sensitif di tanzania,sedangkan reformasi
kelembagaan secara formal dan informal menuju tingkat lebih tinggi dari
inklusivitas sosial dan spesifik gender. Kemudian desentralisasi dan
peningkatan kekuatan pemerintah dapat menciptakan suatu pemberdayaan
kewarganegaraan, seperti Mukhopadhyay
menunjukan di kalangan,
india struktur sosial di tingkat lokal,tradisional dan informal dengan hubungan
kekuasaan serta ideologi gender yang sering dilaksanakan pada tingkat
pemerintahan nasional yang mengangkat isu - isu gender sebagai hal yang
kontroversial pada tingkat proses perencanaan pembangunan.
Civic Involment In
Awareness And Ghana : The Implication curricular,Honey Musah Abudu, M.Phil
Faculty of Education, University for Development Studies, Tamale, Ghana Moses
Naiim Fuseini Integrated Science Faculty, University of Development Studies,
Ghan (European Journal of Scientific February 2014 edition vol.10, No.4 ISSN:
1857-7881 (Print) e - ISSN 1857- 7431 )
Penelitian ini menguji implikasi kurikuler terhadap
keterlibatan kesadaran sipil,yang difokuskan pada kegiatan kemasyarakatan,yang menggunakan desain kelompok
kontrol dengan berukuran sampel 120
responden sedangkan kuesioner terstruktur dibantu dalam proses pengumpulan
data, dengan hasilnya menunjukan
bahwa repsonden pendidikan kewarganegaraan
mendukung semua kegiatan yang mengambarkan pendidikan pada tingkat kelompok eksperimen tentang kesadaran pada semua isu – isu
sipil yang tinggi dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Selain itu temuan kembali menunjukan bahwa ada perbedaan
yang signifikan antara orang yang menginginkan
pendidikan kewarganegaraan, dengan orang yang tidak
menginginkan pendidikan kewarganegaraan dalam pelayanan masyarakat. Karena kesadaran dalam tingkat masyarakat adalah dengan
adanya pendidikan kewarganegaraan kesadaran masyarakat meningkat sehingga
dimungkinkan seseorang bisa terlibat dalam kegiatan masyarakat sehingga
penelitian ini merekomendasikan bahwa kurikulum sekolah harus mencakup kegiatan
yang meningkatkan kesadaran masyarakat
dengan keterlibatan masyarakat itu sendiri. Selain itu peneltian dilaksanakan
untuk mengetahui bagaimana sekolah berperan dalam mendidik pemuda memahami dan berpartisipasi pada semua
kegiatan masyarakat termasuk memberikan suara dalam pemilu,sebab sekolah
membantu kaum mudah untuk mengembangkan warga negara diseluruh dunia ( Bank,
1990 ) karena pendidikan kewarganegaraan adalah satu mata pelajaran tertua di
kurikulum sekolah dengan tujuan mendidik pemuda yang akan terjun dimasyarakat
dan bertanggung jawab,dengan menumbuhkan sikap demokratis, keterampilan, dan
pengetahuan sehingga terlibat dalam masyarakat,yang mampu dalam melihat isu –
isu publik yang penting sehingga membuat demokrasi berkembang ( Dahal, 2002 ). Di
sisi lain kementrian pendidikan dan Olahraga ( MOES ) ( 2007 ) mempunyai
pandangan bahwa
pendidikan kewarganegaraan adalah subjek dengan tujuan untuk menghasilkan warga
yang kompoten,reflektif,dan partisipatif yang akan berkonstribusi pada
pengembangan masyarakat dalam semangat patriotisme dan demokrasi ( p.ii ). MOES
( 2007 ). Namun tantangan negara
dalam pengembangan pendidikan kewarganegaraan disebabkan oleh adanya kebodohon yang tumbuh
dari pemuda terhadap partisipasi dalam kegiatan masyarakat. Dalam Galston (
2004 ), Campbell ( 2006 ), Touya ( 2007 ) dan Flanagan, Levine dan Settersten
menunjukan bahwa saat keterlibatan masyarakat dalam kewarganegaraan dan
kegiatan politik di berbagai negara di dunia. ( dalam Touya,2007 : 2 ). Dalam beberapa tahun
terakhir, survei dan penelitian telah menunjukkan signifikan penurunan
partisipasi politik dan keterlibatan masyarakat penduduk maju demokrasi yang
sudah mapan. Meningkatkan proporsi dari populasi negara-negara ini
menunjukkan sikap apatis terhadap urusan politik, diamati dalam jumlah pemilih yang berkurang, keanggotaan
dalam partai politik, sipil asosiasi atau keterlibatan dalam urusan sosial.
Hal tersebut di pertegas
oleh Delli Carpini dan Keeter ( 1996 ) bahwa kuranngnya pengetahuan sipil telah
memberikan konstribusi terhadap keterlibatan sipil lebih terbatas, Namun
menurut Campell 2006 ) dan Touya ( 2007 ) sebuah korelasi positif yang
signifikan antara pendidikan tinggi dan langakah – langkah perilaku
kewarganegaraan positif. Misalnya, Nie, Junn dan Stehlik-Barry,1996 ), Putman (
2001 ) Levine dan Lopez ( 2004 ) dan Browne ( 2013 ) yang menunjukan bahwa
pendidikan yang efektif dapat diukur pada kualitas partisipasi masyarakat).
Configuring the region: maritime
trade and port–hinterland relations in Bremen, 1815–1914 ( ROBERT LEE,School of
History, University of Liverpool, Liverpool, L69 2BX ),Urban History,32, 2
(2005) @ 2005 Cambridge University Press Printed in the United Kingdom
doi:10.1017/S096392680500299
Artikel ini menganalisis perbedaan hubungan antara
pelabuhan-kota Bremen dan pedalaman yang mengkaji empat faktor penentu
pedalaman yang mempunyai keterkaitan antara kerangka politik, pola perdagangan
dan pemindahan penduduk,maka kontribusi dari Bremen mengenai transmisi inovasi
budaya berfokus, pada giliran perdagangan, migrasi dan pertukaran budaya yang
berbeda, namun pendekatan teoritis memahami sebagai kompleksitas sejarah
tentang hubungan pelabuhan dan pedalaman tentang sejauh mana perdagangan,
migrasi dan budaya pedalaman adalah bagian dari sistem interaktif. Akibatnya hubungan antara, kota dan daerah pedalaman sering diabaikan, meskipun pengakuan luas bahwa
interaksi antara kota dan masyarakat sekitarnya merupakan aspek penting dari sejarah
perkotaan.Namun pada kenyataannya, teori tempat pusat dan analisis distribusi
telah memberikan dasar untuk pekerjaan penting pada pertumbuhan hierarki
perkotaan dan permodelan spasial pembangunan di pesisir pantai.Akibatnya,
hubungan antara kota dan daerah pedalaman sering diabaikan,
meskipun pengakuan luas bahwa interaksi antara kota dan
masyarakat sekitarnya merupakan aspek penting dari sejarah perkotaan.Selain
secara rinci Kekurangan dalam penelitian
ini dilihat pada hubungan antara
perubahan pusat-pusat kota dan daerah pedalaman yang selalu bermasalah dalam
terutama dalam kasus pelabuhan-kota. Secara signifikansi jaringan
transportasi antara pelabuhan dan daerah
industri utama muda untuk berfungsi sebagai daerah transit sehingga memperkuat pandangan bahwa sangat
terbatas sehingga geografisnya terputus. Meskipun pertumbuhan yang cepat pada palabuhan-kota Eropa dari awal periode modern dan seterusnya, penelitian tentang
hubungan pelabuhan dan pedalaman telah dibatasi oleh sejumlah
faktor. Pertama, sulit untuk membedakan antara peran maritim dari
pelabuhan-kota dalam hal impor dalam perdagangan ekspor dengan fungsinya untuk
refleksi dari lokasi dalam infrastruktur transportasi internal yang ditentukan
dengan rentang geografis pedalamannya. Kedua, pelabuhan dan pedalaman kota
itu sendiri bermasalah dan kontroversial. Menurut Kriteria politik atau yurisdiksi, itu merupakan
subordinasi daerah atau wilayah, sedangkan bidang perkotaan pelabuhan-kota
adalah daerah atas yang bisa memberikan pengaruh ketergantungan individu.Meskipun telah dilaksanakan kajian
komprehensif dari hubungan antara pelabuhan dan pedalaman, namun,tetap bermasalah, sehingga sebagai studi kasus
Bremen menggambarkan. Pelabuhan kota lain, yang memiliki berbagai tumpang
tindih daerah pedalaman yang bisa di kaitannya dengan tipe interaksi tertentu.Namun, banyak
komponen jaringan interaktif , secara
herarki menurut Bermen di daerah pedalaman sulit untuk menangkap jaringan
sedangkan secara khusus aspek perdagangan, migrasi dan pertukaran budaya tetap
'sulit untuk mengukur aktivitas dan Informasi tentang perdagangan ekspor
internal ( R. Lee dan P. Marschalck ) dalam perubahan demografi perkotaan di
Hansestadt ( Bremen, 1815-1910 ', di
Lawton dan Lee (eds.), Penduduk dan Masyarakat ) .
Indigenous Authorities and Citizenship Demands in Guatemala ( Elisabet
Dueholm Rasch ), Social Analysis, Volume 55, Issue 3, Winter 2011, 54–73 Berghahn Journals doi:10.3167/sa.2011.550304
Dalam artikel ini, penulis menganalisis
bagaimana otoritas adat di Guate-mala yang bernegosiasi pada kewarganegaraan di
tingkat lokal dalam konteks yang lebih besar dalam mengklaim adat di Amerika
Latin. Penulis berpendapat bahwa pembangunan kewarganegaraan di tingkat
lokal tidak hanya dibingkai oleh model yang dikenakan pada masyarakat adat
tetapi juga dibentuk oleh makna bahwa individu melampirkan identitas asli
mereka. Penulis menggunakan pemilihan pertama yaitu Quetzaltenango sebagai
pendapat dari walikota dalam penghapusan bagian dari sistem masyarakat jasa di
Santa María sebagai titik tolak untuk melihat cara pendekatan adat dalam kerangka hukum sebagai cara untuk
membangun kewarganegaraan. Karena kedua proses
tidak menyebabkan ekspresi adat kewarganegaraan secara langsung. Selain itu sejak 1980-an, Amerika
Latin telah mengalami hal yang"menakjubkan dengan (kembali) munculnya
masyarakat adat sebagai aktor politik "(García 2005: 4). Sebagai
bagian dari proses,meskipun Amerika Latin telah menyaksikan munculnya kota adat ORS dan semakin pentingnya
bentuk-bentuk otoritas adat di pemerintahan kota (Van Cott 2008).Oleh sebab itu tujuan utama dalam artikel ini adalah
menjelaskan hasil paradoks seperti pembuatan klaim adat dengan menggunakan
pendekatan yang berorientasi
kewarganegaraan,dengan menghubungkan indigeneity dan kewarganegaraan dengan
cara menindaklanjuti mobilitas sosial
dan politik ( Gaventa 2005:Xiii ). Ia melakukannya melalui kebijakan pertama
walikota terbesar di Guatemala,Quezaltenango dalam penghapusan pelayanan
masyarakat dikota pedesaan. Selain itu penulis
menganalisis kedua
kasus tersebut maka penulis berkonstribusi pada literatur yang berkembang
dan berfokus pada pembangunan
kewarganegaran dari bawah ( Kabeer 2005a ),Namun konsep kewarganegaraan berdasarkan hak - hak
universal dan menjamin suara alam berbagai jenis struktur negara; kerangka hukum yang bekerja untuk semua orang
( Singer 1990 ) Akar dari penelitian ini,tentang
pertanyaan kewarganegaraan bahwa perumusan standar dari hak dalam menganalisis
pembangunan kewarganegaraan dari bawah dalam perspektif yang berorientasi (Kabeer 2005a). Dalam
perdebatan kewarganegaraan di Amerika Latin,telah berkembang sebagian
besar gagasan bahwa partisipasi pusat
kewarganegaraan: adalah menjadi warga negara yang partisipasi (Dagnino 2005). Artikel ini juga disusun
untuk membahas struktur hukum dan peran Gerakan dunia dalam membangun kerangka kerja. Lalu menganalisis
bagaimana individu di Quetzaltenango dan Santa María bernegosiasi dalam
kerangka hukum. Di Quetzaltenango, isi dari negosiasi tentang
kewarganegaraan yang berkembang di sekitar pembangunan jalan dan konstitusi
par-demokrasi partisipatif. Karena Hubungan kekuasaan lokal dan konflik telah menghasilkan ambivalen
dimana posisi mengenai hak-hak universal dan-kelompok menjadi suatu gerakan
tertentu. Oleh karena itu Sejak Guatemala merdeka dari Spanyol pada tahun 1821,
negara memiliki pertimbangkan keberadaan penduduk asli inilah menjadi
masalah. Intelektual dan debat politik berkisar pada bagaimana memecahkan masalah', Meskipun tujuan negara
untuk menciptakan Guatemala untuk dapat
menggabungkan penduduk pribumi ke negara-bangsa (Grandin 1997:
23). Tidak sampai 1944 upaya untuk melakukan reformasi agaria dan tekanan
di kota adat. Maka setelah jatuhnya reformasi Jacobo Arbenz pada tahun 1954,
militerisasi kekerasan yang mengakibatkan perang saudara berlangsung 1960-1996,
dimana negara berbalik melawan pribumi warga yaitu sendiri.Maka
dari itu didalam artikel ini
penulis menganalisis bagaimana aktor lokal membari makna pada praktek
politik dan dentitas adat sehingga pelru adanya tindaklanjuti
dalam negosiasi tentang kerangka hukum yang berfungsi dalam menyelesaikan
permasalahannya.
Institutions
and the adoption of rights: political and property rights in Colombia Carmenza
Gallo Published online: 24 March 2010 Springer Science+Business Media B.V. 2010
Department of Sociology, Queens College and The Graduate Center, City
University of New York,New York, NY, USA,e-mail: carmenza.gallo@gmail.com
Dalam artikel ini
penulis menjelaskan tentang hasil dari politik tawar menawar tentang perbedaan
kolektif dari otorites negara ( Tilly teori dan Masyarakat 26 ( 34 ): 599-602,
1997 ) , hak tawar-menawar diberi tanda dalam lembaga yang berkembang secara mandiri antara satu sama
lain,karakteristik mengenai hak - hak tertentu
lebih mudah dari yang lain. Penulis juga berpendapat bahwa lembaga yang
bervariasi sepanjang dua dimensi mempengaruhi sejauh mana masyarakat dapat
berhasil apabila mengadopsi hak - hak yang ditetapkan, dimana dimensi pertama
lebih menekankan pada distribusi, kedua tentang kedalaman yang memperpanjang
aturan terhadap suatu hak yang dberikan, Artikel ini berfokus pada perbedaan institusional
antara hak milik,khususnya kepimilikan tanah, dan hak-hak politik dan
konsekuensinya mereka yang mengambarkan argumen dari kolombia sejak 1980. Oleh
karena itu selama dua dekade terakhir demokrasi dan pemberian hak asasi manusia
terutama demokrasi menjadi masalah
akademis dan politik. Selain itu Artikel ini juga berfokus pada institusional
antara hak terutama kepemilikian tanah, dan hak - hak politik seperti hak untuk
memilih serta konsekuensi dari perbedaan untuk ekspansi Selain itu penulis
mengambarkan unsur argumennya yaitu dari kolombio 1980,kolombia berdiri sebagai
sebuah negara, yang sejak tahun 1990-an telah diperluaas hak-hak politik yang
memperdalam demokrasi melalui partisipasi politik yang lebih besar tetapi sekaligus
mampu menerapkan dan mengembangkan hak asasinya.penulis melihat adanya
pedekatan yang berbeda dengan asal - usul hak kewarganegaraan sehingga penulis
memetahkan berbagai jenis lembaga yang mendukung hak - hak yang berfokus pada perbedaan institusional antara hak-hak politik dan
properti, serta bagaimana memahami perbedaan penerapan hak yang dilaksanakan di
kolombia.karena hak mencerminkan tawar-menawar melibatkan kelas khusus dalam kepentingan,
lembaga-lembaga yang mendukung serta mengembangkannya secara terpisah,serta
mampu beradaptasi dengan perubahan dalam hubungan derajat yang berbeda. Lembaga
yang memiliki efek distribusi langsung dan mengembangkan jaringan dalam
peraturan sebagian mempertahankan kekuasaan yang tidak setara theor Soc (2010)
39: 415-431 427.hubungan yang lebih tertanam dalam proses sentralisasi
kekuasaan, mencerminkan tawar-menawar yang stabil terutama atas tanah pedesaan,
yang memerlukan kontrol nyata dari wilayah di bawah yurisdiksi
negara,didasarkan pada beberapa tingkat kepercayaan. Lembaga yang secara tidak
langsung redistributif disertai dengan aturan dan peraturan yang tersebar dimana- mana, meskipun, lebih mudah
untuk membangun. Penulis berpendapat bahwa hak milik adalah contoh hak-hak
sosial yang terakhir.Hak pemilu berpotensi mendistribusikan sumber daya
ekonomi, tetapi dibingkai oleh aturan yang relatif sederhana, yang di bawah
tekanan internasional, serta kondisi internal yang menguntungkan, lebih mudah
untuk mengadopsi. Kebebasan sipil dan hak-hak antidiskriminasi secara tidak
langsung distributif yang dikelilingi oleh banyak aturan yang kompleks, yang
membuat mereka sulit untuk memberlakukannya.
The Neoliberal Educational Agenda and
the Legitimation Crisis: old and new state strategi ( XAVIER BONAL, Autonomous
University of Barcelona, Spain ) British
Journal of Sociology of Education, Vol. 24, o. 2, 2003
Dalam Tulisan ini membahas tentang
bagaimana neoliberal agenda pendidikan mengembangkan rasionalitas politik baru
yang mengubah bentuk-bentuk tradisional, di mana negara telah berhasil
mengalami krisis legitimasinya. Maka dalam tulisan ini menunjukkan bahwa
faktor-faktor berbasis konteks nasional spesifik, menunjukkan bahwa rasionalitas
politik ini mungkin tidak sama diterapkan dalam kasus pada negara bagian. Hal
ini berbeda karena negara pinggiran stelah menyediakan beberapa bukti pada
kombinasi yang diperlukan dalam strategi lama dan baru untuk dikembangkan oleh
negara secara resmi dalam agenda neoliberal. Di
sisi lain hegemoni neoliberalisme sebagai doktrin ekonomi untuk mengarahkan
pada pembuatan kebijakan yang mempengaruhi pendidikan sebagai intervensi sektor
publik. Tulisan ini berfokus pada konsekuensi bahwa adopsi agenda neoliberal
adalah memiliki masalah pada legitimasi negara dan pengelolaan masalah
tersebut. Seperti telah dikatakan, strukturisasi peran negara dalam pendidikan
disebabkan oleh globalisasi dan neoliberalisme yang mengubah dan sifat dari
sumber masalah legitimasi negara, serta menyiratkan perubahan jenis
rasionalitas politik yang dibutuhkan untuk mengelola problems. Selain itu
Artikel ini telah mengkaji argumen yang mendukung perubahan ini. Dari sumber
masalah legitimasi bahwa, di bawah KWS, didasarkan pada tanggung jawab negara
untuk melihat hasil dari sistem pendidikan dalam mobilitas sosial dan
produktivitas tenaga kerja, penerapan agenda neoliberal didasarkan pada
retorika dalam sumber masalah legitimasi,untuk pertanyaan tentang 'inefisiensi'
efek bawah untuk memberikan kesempatan kepada individu. Rasionalitas politik
neoliberal, seperti yang dijelaskan oleh Robertson dan Dale, dengan penekanan
pada individualisme posesif dan self-entrepreneu- rialism, yang menjadi
retorika di bangun yang berguna untuk membuat individu dan masyarakat yang
bertanggung jawab atas keputusan mereka dan untuk hasil dari keputusan
tersebut. Rasionalitas ini berfungsi negara dengan depolitic keputusan
pendidikan, karena itu mengurangi beban politiknya. Namun, karena mekanisme
pengiriman pasar menyebabkan pengecualian dan dilokasi, negara terpaksa menggunakan
'negara lokal darurat' untuk mengelola masalah kontrol sosial dan kohesi
sosial.Sementara argumen ini menyediakan alat-alat analisis
yang diperlukan untuk memahami mekanisme di mana globalisasi dan neoliberalisme
telah berdampak pada perubahan
pendidikan pembuatan kebijakan dan negara rasionalitas politik, artikel ini
berpendapat bahwa perlu untuk mengambil langkah lebih lanjut untuk memahami
bagaimana orang-orang mekanisme yang direkonstruksikan dalam sistem pendidikan
nasional yang spesifik. Untuk menggambarkan hal ini, telah focus pada negara untuk
mengamati bagaimana karakteristik nasional dan mode tertentu intervensi negara
menengahi dalam proses mengadopsi agenda neoliberal dan dalam masalah
legitimasi negara. Pentingnya masalah legitimasi dalam membentuk agenda
pendidikan dan kontradiksi khusus yang dihadapi oleh negara ripheral semipe-
dalam proses pembuatan kebijakan merupakan faktor penting dalam proses tion
recontextualisa- rasionalitas politik neoliberal. Dengan demikian, rasionalitas
politik neoliberal tidak hanya diadopsi oleh negara untuk mengelola legitimasi
problems.Rather, itu adalah masalah legitimasi dari negara semiperipheral yang
terutama menjelaskan mana aspek rasionalitas politik neoliberal yang dimasukkan
ke dalam retorika negara dan kebijakan, yang hanya dikecualikan atau bahkan direkonstruksi.
Tingkat recontextualisation analisis menjadi penting untuk memahami proses
bagaimana hegemonik, seperti neoliberalisme, yang diadaptasi secara lokal atau,
memang, bagaimana mereka bisa dilawan dan conteste.
Sean L. Yom : Civil Soceity and Democratization in
the Arab World
Middle East Review of International Affairs, Vol. 9,
No. 4 (December 2005
Di dalam artikel ini menjelaskan tentang analisis"masyarakat sipil" yang
dijelaskan dalam tesis yang berasumsi tentang suatu politik di negara Arab saat
ini,yang berpendapat bahwa aktivisme sipil yang kuat dapat menghasilkan dua
rezim demokratis Pertama, mengenai analisis untuk mencapai konsensus
dalam mendefinisikan masyarakat sipil dalam konteks Arab.Kedua,ekspansi terbaru
dari sektor asosiasi merupakan fungsi dari penguasa otokratis 'Sehingga
strategi liberalisasi dikendalikan ketimbang melemahkan tujuannya, oleh karena
itu Negara Arab tetap kuat dalam kemampuan
untuk menekan mereka. Pada akhirnya, pengamat harus hati-hati dalam menerapkan dukungan mereka
terhadap masyarakat sipil sebagai
otoritarianisme di Timur Tengah.Sejak awal 1990-an, dan 11 September 2001, pengamat Barat telah merangkum
masyarakat sipil sebagai awal menuju transisi demokrasi di Negara-negara Arab
di Timur Tengah dan Utara Afrika (MENA). Dengan adanya berita populer
baru-baru ini tentang pergolakan di Georgia, Ukraina, dan Kyrgyzstan,pada
kekuasaan "diawal tahun 2005 kelompok anti-Suriah melakukan protes di
Beirut terhadap pro demokrasi, aksi unjuk rasa dilakukan di kairo dengan
menunjukkan kebenarannya,mahasiswa dan perwakilan masyarakat dengan demikian
organisasi masyarakat sipil Arab (CSO)
mengambil kebijakan dengan alasan apabila pemerintah secara otoriter
menkankan adanya reformasi,maka politik secara transformasi akan terjadi
ketidak stabilan diseluruh Wilayah, sehingga pada armada internasional
dukungan diplomatik keuangan,dan moral maka dengan demikian LSM mendapat
dukungan sebagai kekuatan penting dalam merangsang runtuhnya otokrasi
Arab.Meskipun tidak pernah sebelum namun mereka begitu memiliki ambisius untuk melakukan kampanye secara
eksternal untuk melakukan
perubahan rezim yang menyelimuti Negara MENA apalagi masyarakat Bumiputera yang
selalu berupaya menumbuhkan masyarakat sipil sebagai prasyarat dasar
demokratisasi.Namun, sponsor kuat dari masyarakat aktivisme bisa gagal untuk
membawa tentang Negara Arab menuju demokrasi, untuk "masyarakat sipil hal
ini disebabkan karena tersandung dua masalah.yang
pertama,tidak terdapat definisi konsensual atau
organisasi masyarakat sipil Arab karena bukan masalah hanya bahasa misalnya,
apakah Islamis dianggap sebagai bagian dari kehidupan sipil,sehinga dalam
penrapannya mahasiswa dan bantuan parktis tidak yakin apakah mereka dapat
mendukung tujuan demokrasi.Kedua tentang masyarakat sipil menganggap bahwa
melalui kekuatan kolektif dengan tuntutan dan kepentingan, asosiasi tersebut
Sektor dapat memaksa otorite pemerintah untuk menghasut pelaksanaan
demokratisasi. Namun, selama dua
dekade negara-negara Arab telah memanfaatkan sebuah siklus strategi
liberalisasi-represi untuk mengontrol untuk membengkak aktivisme sipil. Maka
Sebagai hasilnya,kebangkitan yang sangat terkenal dari negeri Arab masyarakat
maka mengisyaratkan tidak mundur dari rezim-rezim otokratis, yang masih berdiri
kuat di dalam pelaksanaan politik dan kapasitas fisik untuk menindas, melainkan
mereka melakukan perlawanan meskipun menderita secara defisit baik sumber daya
ekonomi dan legitimasi politik.Argumen ini tidak
bermaksud untuk mendiskreditkan studi lanjutan dari masyarakat sipil
Arab.Setelah tidak adanya kesimbangan kompetisi politik multipartai, karena
mereka paling anti kegiatan politik negara yang disalurkan melalui rezim dan kelompok daripada partai oposisi.
Namun tidak berarti bahwa masyarakat sipil dapat menyelesaikan masalah otokratis Masyarakat Arab.karena OMS belum
merangkul kekuasaan secar baik untuk membongkar lembaga koersif yang berpihak
pada kekuasaan tertentu.
The Politics of Transparency and
Surveillance in Post Reunification Germany (Stefan Sperling,2011) Stanford University USA. 8(4): 396- 412 http://www.surveillance and society.org
ISSN: 1477-7487
Setelah jatuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989, Jerman
bersatu mengintensifkan kebijakan transparansi politik dalam upaya untuk mengurangi
kekhawatiran Eropa terhadap Jerman sebagai negara adidaya baru,sebab transparansi menjadi sarana untuk legitimasi politik, istilah praktek yang
diperoleh khas dimensi etis.Upaya yang dilakukan secara terus-menerus oleh
Jerman untuk berdamai dengan sosialis nasional pada masa lalu dalam sosialisme
negara. Sebagai legitimasi moral yang baru ditemukan di Jerman menggambarkan Jerman
Timur sebagai negara bermoral,Jerman Timur mempunyai polisi rahasia (Stasi) dan
aparat pengawasan yang sangat luas sehingga menjadi target transparansi, karena
logika transparansi di negara Jerman Barat mempunyai fungsi Sebagai salah satu
bentuk transparansi menjadi suatu bentuk legitimasi di Jerman, membalik menjadi
suatu yang dilarang.Dalam hal ini,pengawasan berfungsi untuk mengklarifikasikan ketidak merata penyelesaian,sistem politik, dan
kehidupan publik mereka di Jerman Timur. Konflik antara pemahaman yang
berbeda dari transparansi menjadi sangat jelas dalam debat antara dua tokoh
politik, salah satu dari Timur dan satu dari Barat. Kasus reunifikasi
Jerman berfungsi untuk menyoroti kontingensi makna konsep transparansi,pengawasan,
dan privasi.Dalam tulisan ini penulis juga lebih
memperdalam pemahaman kita tentang dinamika transparansi dan pengawasan dalam
tiga bidang. Pertama, kita telah melihat bahwa makna dari kedua transparansi
dan pengawasan yang bergantung pada pemahaman interpretasi privasi,
kepribadian, dan konsep dasar lainnya. Sebagai diferensiasi meningkat budaya secara cepat bisa tertanama dalam bangsa. Dalam edisi perdana jurnal ini Gary Marx
(2002) bertanya hal tentang pengawasan 'baru'. Marx mengidentifikasi beberapa
perubahan utama dan sarana dalam metode, tetapi tidak menemukan implikasi
normatif yang jelas. Menurut klasifikasi Marx, pengawasan Jerman Timur akan
jatuh di bawah perencanaa. Hal ini ditunjukan terhadap individu yang bertindakan tidak sesuai dengan posisi
pemerintahs.tetapi sesuai intervensi kepribadian individu. Pengawasan yag
sering dilakukan oeh rekan – rekan seperti, Pengawasan di Jerman Barat,sejalan
dengan jenis pengamatan yang telah diterapkan di negara demokrasi liberal.Pengawasan
baru di negara liberal tidak memiliki nampak untuk dikenali,karena kurang
dirasakan sebagai gangguan dalam hak konstitusional sehingga tidak bebas untuk
diunggkapkan,Meskipun gaya pengawasan berbeda antara Jerman
Barat dan Timur, penulis berpendapat
dalam artikel ini bahwa ruang lingkup dan skala mereka sangat mirip, sehingg
kita diharuskan untuk menemukan penjelasan sesuai apa yang dirasakan mereka. Penulis
berpendapat juga bahwa apa yang dianggap sebagai pengawasan yang tidak pasti
diberikan, atau stabil dalam perbedaan budaya atau politik; bukan, suatu
pengawasan seperti melibatkan diri sendiri dibawah pengawasan.selain tu Kasus
reunifikasi Jerman telah menunjukkan bahwa kedua transparansi dan pengawasan
yang tertanam dalam konteks budaya dan politik
memberi mereka makna dan bagaimana bentuk membentuk hubungan antara
pengamat dan yang diamati yang terstruktur dalam setiap kasus. Transparansi
dan pengawasan dapat berfungsi, dalam proses dialektis, sebagai bayangan satu
sama lain, dimana masing-masing mendefinisikan, menstabilkan, dan bahkan
memperpanjang arti yang lain. Kedua, perbedaan tidak selalu muncul secara
independen dari Niat pemimpin sosial '.
Sebaliknya, Transparansi dan pengawasan, sementara muncul sebagai historis
spesifik dan budaya artefak AC,yang dapat dijadikan sebagi alat perjuangan dalam legitimasi politik dan moral.
Komentar
Posting Komentar