Bibilografi



ANOTASI BIBLIOGRAFI
PKN PRESFEKTIF INTERNASIONAL

Oleh:
Patma Tuasikal
  Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta

Dual Citizenship and Political Participation Interaction Migrants In The United States And Politcal ( Colombia Cristina Escobar Temple University,Philadelphia, PA ) Studi latino 2004, 2, (45-69) 2004 Palgrave Macmillan Ltd 1476-3435 / 04 $ 25,00 www.palgrave-journals.com/lst
Dalam artikel ini mengambarkan tentang naturalisasi antara  Amerika Serikat dalam mengendalikan imigran Kolombia untuk mempertahankan hubungan dengan negara lain dalam menciptakan kedamaian dan keamanan.Penulis juga berpendapat bahwa naturalisasi tidak bisa difahami sebagai fenomena menuju penggabungan imigran dengan negara asing. Karena menurut analisis penulis bahwa penelitian yang dilakukan di tingkat nasional, regional dan lokal dengan wawancara pada pemimpin masyarakat Kolombia dan pejabat negara serta melakukan penelitian dalam arsip negara dengan mewawancarai 3 pemimpin regional dan lokal( di daerah New York City dan Utara New Jersey ) serta 35 imigran Kolombia di Northbrook, NJ, dan 37 orang di kota La esperanza sehingga sebagian besar imigran berasal dari diwilayah Kolombia. Karena itu penulis mulai membahas perdebatan umum tentang kewarganegaraan ganda serta menganalisis tentang naturalisasi antara Kolombia , setelah itu membahas tentang undang - undang kewargannegaraan ganda dalam partisipasi transionalisme politik di Kolombia Amerika serikat. Di sisi lain perdebatan tentang kewarganegaraan  ganda itu muncul dari perselisihan antara pandanggan konvensional yang menerima keanggotaan tunggal dalam negera seperti melihat kewarganegaraan ganda sebagai potret masalah oleh karena itu,harus dibatasi sebab berbahaya bagi bangsa,sehingga penulis  menggaris bawahi dimensi kewarganegaraan antara lain,status hukum kewarganegaraan ( Baubock, 2001 ) atau kewarganegaraan formal ( Brubaer, 1992 ),demensi kewarganegaraan demokrasi ( Baubock, 2001 ) atau kewarganegaraan substansi Brubaker, 1992 ), ketiga dimensi mengacu pada hak - hak kewajiban warga negara dalam komunitas politik Ada juga beberapa penulis masih membedakan ketiga demensi kewarganegaraan meliputi aktual,praktik berpartisipasi yang dapat mempertahankan rezim demokrasi ( Baubock 2001: 5 ) karena dalam prakteknya dapat menyelesaikan kasus dengan perjanjian bilateral dan hukum Internasional ( Legomsky, 2003; Martin, 2003: 15 ) terutama perdebatan mengenai loyalitas, hak suara dan instrumentalitas ( Aleinikoff dan Klusmeyer, 2002; Hanson dan Weli, 2002; Martin, 2003; Schuck,1998; dan Spiro, 2003 ) ini perdebatan yang sangat penting di AS. Yang meliputi penolakan sumpah naturalisasi sebab jumlah imigran Amerika latin mengalami peningkatan sehingga memungkinkan  mereka dapat memiliki kewarganegaraan ganda meskipun enam diantara 10 negara Amerika Latin yang mengadopsi Undang - Undang baru setelah tahun 1990 ) dan 10 negara Karibia mengakui kewarganegaraan ganda tersebut ( Jones - Correa, 2003 ). Untuk menyelesakan permasalahan tersebut maka digunakan suatu pendekatan presfektif asimilasi tradisional dari pengalaman migrasi Eropa abad 20,yang berbeda dalam penggabungan migran menjadi warga setempat atau tuan rumah.Oleh karena itu dalam Analisis naturalisasi migran diKolombia setelah diberlakukannya kewarganegaraan ganda di negara mereka,menunjukkan bahwa orang tidak selalu menaturalisasikan diakibatkan lemahnya loyalitas sebelumnya,namun memungkinkan mereka memilih ketika mereka yakin bahwa,dapat menjaga hubungan formal dengan negara asalnya. Karena migrasi dan transnationality ditemukan dalam proses gender,(Simon dan Brettell, 1985; Grasmuck dan Pessar, 1991; Hondagneu- Sotelo, 1994; Pessar, 1999),naturalisasi dan kewarganegaraan ganda dialami secara berbeda berdasarkan gender. Temuan menunjukkan peluang yang memungkinkan untuk penelitian masa depan, termasuk perbedaan gender dalam politik transnasional,organisasi transnasional, serta peran gender dalam keputusan keluarga mengenai naturalisasi,dalam penggunaannya sebagai imigran dan strategi transnasional.

Perceptions of teachers and learners on the efectiveness of civic education in the development of civic competency among learners in chipata districy,Zambia ( Awoniyi samual adebayo, PhD and Francis lupupa Zimba, M.Ed);European Scientific Journal March 2014 edition Vol 10, No.7 ISSN : - 7881 ( Print ) e - ISSN 1857 – 7431

Dalam jurnal ini meneliti tentang Persepsi Guru dan Pelajar pada Efektivitas Civic Education dalam Pengembangan Civic Kompetensi antara peserta didik di Chipata negara bagian Timur Zambia. Penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Variabel yang berhubungan dengan penelitian ini adalah pengetahuan masyarakat, keterampilan sipil dan disposisi sipil. jumlah sekolah menengah di Chipata adalah tujuh sekolah dengan 228 guru dan 7550 murid.sampel dalam penelitian terdiri dari tiga sekolah menengah).Tiga puluh guru (10 dari masing-masing sekolah) yang dipilih secara acak. Seratus delapan puluh (180) murid (60 dari masing-masing sekolah dan 20 dari masing-masing tingkatan kelas 10-12) yang dipilih dengan menggunakan teknik simple random sampling. Serta digunakan kuesioner terstruktur untuk pengumpulan data. Setelah itu kuesioner divalidasi. sebagai contoh dilakukan dalam satu sekolah pendidikan di Chipata dengan menggunakan 35 responden (5 guru dan murid 30). Sedangkan Reliabilitas instrumen ditentukan dengan menggunakan metode reliabilitas Alpha Cronbach. Sebuah reliabilitas Alpha koefisien 0,829 diperoleh. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan statistik untuk Ilmu Sosial (SPSS). Statistik deskriptif adalah penjumlahan dari hasil analisis yang menunjukkan bahwa baik guru dan siswa menganggap pendidikan kewarganegaraan sangat efektif dalam pengembangan kompetensi sipil pelajar 'dalam hal pengetahuan masyarakat, keterampilan sipil dan sipil disposisi. Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa pendidikan kewarganegaraan memainkan peran penting dalam perkembangan politik pelajar. Pendidikan Civic merupakan komponen penting dari pendidikan yang memupuk pada peserta didik untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik demokrasi, dengan menggunakan hak-hak mereka untuk pelaksanaan tanggung jawab mereka dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.Dari penjelasan di atas jelas bahwa pendidikan kewarganegaraan secara signifikan berperan dalam perkembangan politik dari peserta didik Pendidikan kewarganegaraan adalah komponen penting pendidikan yang tumbuh dalam partisipasi masyarakat dan kehidupan publik demokrasi, untuk menggunakan hak-hak mereka serta melepaskan tanggung jawab mereka dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan Penelitian ini mengungkapkan bahwa pendidikan kewarganegaraan memang penting dalam pengembangan tiga pokok utama yaitu,elemen sipil seperti dalam (pengetahuan sipil, keterampilan sipil dan sipil disposisi). Berdasarkan hal ini, direkomendasikan bahwa para pembuat kebijakan, Pemerintah dan pengendali kepentingan lainnya harus berdasarkan pendidikan  pembelajaran sipil di sekolah sekolah,yang melaksanakan pendidikan kewarganegaraan sebagai subjek umum bukan opsional subjek serta mendirikan dewan sekolah yang akan meningkatkan kebebasan bagi pelajar dalam berpartisipasi di sekolah.

Citizenship values in school subjects: a case-study on Iran’s elementary and secondary education school subjects  (Hamid Ebadollahi Chanzanagh Farid Mansoori,Mahdi Zarsazkar ), vailable online at www.sciencedirect.com Procedia Social and Behavioral Sciences 15 (2011) 3018–3023,WCES-2011
Dalam penelitian ini, menggunakan teori 'reproduksi budaya' yang mana teorinya, lebih meningkatkan nilai Kewarganegaraan yang terdapat dalam mata pelajaran sekolah dasar dan menengah di Republik Islam,dimana sistem pendidikan Iran telah dipelajari secara kritis. Melalui Buku teks yang dipilih serta dianalisis meliputi empat jenis mata pelajaran sekolah yang konsepnya mengarah pada kebijaksana baik secara implisit maupun eksplisit yang mengandung materi secara relevan dengan Nilai Kewarganegaraan demokratis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah "analisis wacana kritis" fungsinya untuk melacak ekstrak jejak nilai-nilai tersembunyi dalam mata pelajaran sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam buku-buku ini konsepnya diterapkan seperti kepuasan, patriarki, keunggulan agama, ketaatan, dan kehormatan.Dalam penelitian ini, teori analisis wacana kritis (Fairclough, 1995, 1989) telah digunakan.yang didasarkan  (Fairclough, 1995, 1989) didasarkan pada deskripsi, interpretasi dan penjelasan hubungan antara bahasa,tindakan sosial dan dunia sosial. Kritis teori analisis wacana dapat digunakan sebagai alat analisis konteks,interaksi dan tindakan sosial dalam kekuatan lokal, kelembagaan dan sosial. Dalam ide Faircloughi, yang diteliti dalam Fenomena harus dipandang sebagai konteks, setelah itu sebagai hal yang dihasilkan, selanjutnya sebagai sesuatu yang dikonsumsi (Ditafsirkan) oleh orang lain, dan akhirnya kita harus berhubungan ke kehidupan sosial dan konteks sosial. Wacana kritis analisis didefinisikan sebagai pencarian yan berhubungan dengan kekuasaan dalam kehidupan sehari-hari dengan demikian dapat digunakan sebagai metode dalam kekuatan yang berbeda. Dalam penelitian ini, jua buku pelajaran sekolah tingkat dasar dan menengah, seperti teks yang berisi hubungan kekuasaan di dalam, sedang dianalisis. serta mencoba untuk menyelidiki citizenship-hubungan kekuasaan yang terkait, yaitu hubungan kekuasaan berjalan sekitaran konsep yang digambarkan dari kewarganegaraan dalam teks-teks kelas, dan apakah konsep kewarganegaraan sebagian besar ditentukan oleh tugas yang tepat.Selain itu dalam Buku teks yang dipilih sebagai sampel untuk analisis wacana kritis termasuk 19 teks sekolah dasar dan pelajaran sekolah menengah. Model pengambilan sampel yang menyebabkan memilih 19 naskah adalah dua-tahap sampling. Pada tahap pertama menggunakan Metode berbasis target sampel telah digunakan: mengingat subjek utama dari studi ini (nilai kewarganegaraan) sedangkan yang kedua menggunakan pengambilan sampel teoritis Metode (Strass & Carbin, 1999) digunakan. Penarikan sampel teoretis membantu penulis dapat memilih  pilih teks yang lebih terkait dengan ini ,Pendekatan teoritis studi, yaitu teori reproduksi dan konsep kewarganegaraan dan kebanyak sampel buku digunakan karena masalah kebanyakan berkaitan dengan nilai-nilai kewarganegaraan kebanyakan seperti dalam buku "Farsi"( persia),’’Talimate Ejtemaiy" (etika pelatihan Sosial)"Talimate Diny va Farhange Eslami" (Agama Islam dan pelatihan budaya). Oleh sebab itu  Hasilnya adalah melakukan Investigasi pada 19 unit yang dipilih sehinggaa menunjukkan bahwa kedua nilai kewarganegaraan berbasis hak dan berbasis-tugas yang didefinisikan dalam wacana keagamaan dan sampai batas tertentu wacana nasional, yang dengan sendirinya bertentangan dengan beberapa hak berbasis-nilai kewarganegaraan dalam beberapa kasus. Untuk itu dalam penyelidikan menyeluruh dari petunjuk nilai kewarganegaraan terwakili di dalam buku pelajaran sekolah masing-masing dan nilai-nilai ini secara terpisah dibahas

Internasional Journal Progresive Pendidikan: Education for Active Citizenship, (Alistair Ross ,Oktober 2012,Universitas London ),Volume 8 No 3, 2012 ISSN: 1554-5210;

Jurnal ini tujuannya untuk menciptkan kewarganegaraan yang aktif bukan kewarganegaraan pasif, beberapah ahli merangkum gagasannya yaitu,menurut Bernarck Crick menulis tentang pendidikan itu menciptakan suatu kewarganegaraan aktif yang dilaksanakan sesuai kondisi sosial ,ditunjukan dengan ( 1999,p.337 ) menjadi warga  negara otokrasi dan negara demokrasi, menurut Verdan,1998, Moravsci,2004; Avbelj, 2005; Mitchell, 2005; Hirschhorn,2006 ), kewarganegaraan aktif dikembangkan dengan suatu partisipasi lewat pemilu, Ada perbedaan kewarganegaraan aktif dan pasif yang  diperdebat selam enam tahun terakhir sehingga Kennedy ( 2006 ) menyarankan empat model yaitu Konvensional politik ( Almond dan verba ),Kegiatan sosial ( Lister,2003 ),aksi gerakan perubahan ( 1991,34 ) dan aksi kewarganegaraan individu,selain itu Kennedy juga membedakan dua kewarganegaraan pasif yaitu identitas nasional ( Ghosh,2012 ) dan patriotisme.Namun perbedaan ini tidak jelas hal ini ditunjukan oleh analisis dari Nelson dan Kerr yang menunjukan ada variasi budaya yang kuat dianggap sebagai kewarganegaraan aktif.Di beberapah negara kewarganegaraan aktif didorong dan dikembangkan berdasarkan perkembangan sejarah dan konfiguarsi negara sedangkan di negara eropa identitias nasional dilihat sebagai konstruksi sosial yang merangkul beragam politik aktif bagi warga negara. Ide-ide  tentang kewarganegaraan di kembangkan oleh Heater,1990; Uni Eropa,tahun 1992,1993;dan Dewan Eropa 2002. Bentuk aktivitas kewarganegaraan aktif lebih besar daripada aktivitas kewarganegaraan pasif atau perilaku aktif  konvensional,di sisi lain Davies dan Issitt ( 2005 ) menunjukan bahwa aspek program pendidikan kewarganegaraan global dimasukan kedalam pendidikan kewarganegaraan untuk membatasi keadaan gerakan tersebut.Selain itu pengembangan kewarganegaraan sebagai identitas pasif menyebabkan beberapah masalah Namun sebagai individu secara resmi sebagai warga negara prancis ( Suterherland 2002 ), Mannitz,2004 mengidentifikasikan isu - isu paralel identitas  kewarganegaraan antara kaum muda yang merupakan turunan dari bangsa jerman.Berdasarkan beberaph penulis tersebut kunci atau komponen utama program pendidikan kewarganegaraan aktif  yang efektif dibeberapah negara terdapat dalam tiga unsur yaitu nilai – nilai disposisi, keterampilan, kompetensi, pengetahuan dan pemahaman ( Crick dan Lister, 1979; Crick,1998; Kerr dan Irlandia, 2004; Cleaver dan Nelson, 2006). Ana Bela Ribeiro dan rekan - rekannya ( 2012 ), berdasarkan evaluasi mereka bahwa pendidikan difokuskan pada 120 lembaga swadaya masyarakat di 20 Negara Eropa namun berdasarkan 3 artikel menunjukan bahwa tidak semua sekolah mampu mengembangkan kewarganegaraan aktif hal ini bisa dilihat pada analisis dari Bronwyn Wood ( 2012 ) bahwa untuk memerangi persepsi dan praktek kewarganegaraan aktif dilaksanakan oleh 27 guru di sekolah selandia baru.sedangkan Sally Inman dan rekan - rekannya ( 2012 ) lebih fokus pada isu praktek kewarganegaraan  di sekolah dengan meneliti  murid pada rentan usia antara 9 - 17 tahun, sedangkan Shreya dan Ghosh ( 2012 ) menganalisis pengembangan kebijakan pendidikan kewarganegaraan di India, pakistan dan bangladesh yang menunjukan praktek pendidikan membangun gagasan kewarganegaraan melalui aspirasi masyarakat,Oleh karena itu Joseph Chow ( 2012 ) menguraikan kewarganegaraan aktif mencakup kerangka umum kompetensi  sipil, untuk dianalisis di seluruh Eropa. Crick menulis, dalam laporannya tahun 1998,bahwa warga negara yang aktif memiliki pengaruh dalam kehidupan publik dengan kapasitas mempertimbangkan bukti sebelum berbicara dan bertindak karena pendidikan kewarganegaraan harus membuat individu yakin untuk terlibat didalamnya ( 1998,7-8 ).
Promoting "Active Citizens"? Vision Critical NGOs more Citizenship Education as Priority Education across Europe Author ( Ana Bela Ribeiro, Mariana Rodrigues,Andreia Caetano, Sofia Pais & Isabel Menezes) Volume 8 No 3, 2012: Februari, Juni, dan Oktober ISSN: 1554-5210 )
Dalam penulisan jurnal ini lebih menekankan pada kebijakan pendidikan yang  menganggap sekolah terlalu fokus pada demokrasi formal daripada kritis terhadap negara,serta melihat pada kenyataan yang mempertimbangkan bagaimana CE menetapkan  kebijakan pendidikan, LSM yang  mengevaluasi kebijakan dalam praktek CE di 20 Eropa negara.  hal ini dibuktikan dengan adanya penyelidikan LSM Eropa melalui survei e-mail berlangsung dari tahun 2010-2011 bulan februari diambil dari database yang ada.karena secara keseluruhan pendidikan kewarganegaraan  menunjukan  konsep keseragaman dan strategi kulikuler ( Kennedy, 1997; Hahn, 1998; Ichilov, 1998; Torney- Purta, Schwille, & Amadeo, 1999; Schulz, Ainley, Fraillon, Kerr, & Losito, 2010 ),kenyataannya dilihat dari analisis kebijakan pada 20 negara Eropa yang menunjukan kompleksitas CE.kebijakan pendidikan  kewarganegaraan ( CE ) melibatkan pengetahuan yang menekankan pada hukum dan kaemanan negara sebagai warga negara yang pasif, meskipun menekankan pentingnya mengembangkan pemikiran kritis, partisipasi aktif dan keterlibatan siswa terutama mempromosikan konsepsi kewarganegaraan berdasarkan tindakan konvensional ( Noris, 2002 ). Oleh karena keterlibatan LSM dan CE sebagai suatu tindakan atau hubungan antara sekolah dan masyarakat sebab LSM menekankan peranan penting dalam masyarakat kontemporer (Warleigh,2001 hal.662 ), di sisi lain CE lebih melihat pada warga negara yang aktif,kritis yang mengakibatkan ketidakberdayaanya (misalnya, Stewart & Weinstein, 1997).Namun  kebijakan CE difokuskan pada teori  demokrasi formal serta menghormati hak dan tanggung jawab.maka Kemitraan antara pemerintah, masyarakat sipil, partai politik, organisasi pemuda dan bahkan perusahaan swasta secara eksplisit diidentifikasi sebagai saluran potensial untuk CE melalui banyak sumber  publik atau swasta dapat diperoleh dari penyediaan pendidikan yang bisa diperkaya,Selain itu, peran CE dalam memprmosikan masyarakat sipil yang kuat lebih ditekankan seperti pendapat dari Boje, ( 2008.hal 3 ) bahwa kemungkinan masyarakat sipil,menjadi fokus untuk belajar demokrasi, politik refleksivitas dan di satus sisi pemerintah bergantung pada mekanisme institusi tertentu,dan di sisi lain masyarakat sipil merupakan bagian dari kelembagaan konfigurasi. Selain itu dalam pembagian kekuasaan secara riil oleh pemerintah dilakukan melalui kebijakam partisipatif  yang meningkatkan hak - hak warga negara dan bentuk kelembagaan partisipasi ( Hedtke,dalam pers ) yang di ungkapkan bahwa demokrasi di seluruh eropa masih harus bekerja untuk meningkatkan partisipasi kritik  secara aktif dalam warga negara, meskipun CE memiliki kebijakan pendidikan yang modis di seluruh eropa.Namun pendidikan kewarganegaraan sering muncul misalnya pada negara Austria, bulgaria,Estonia, Portugal, Romania, Slovakia dan Swedia dan CE sering juga disebut di Inggris.Secara eksplesit CE  menjadi mata kuliah wajib dan pilihan.sehingga CE dapat di implementasikan sebagai hal utama dalam kurikulum .Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa visi CE sebagai prioritas dalam dokumen kebijakan pendidikan perlu dipertanyakan oleh karena itu LSM menganggap bahwa sekolah terlalu fokus pada demokrasi formal dan terlalu menekankan penghargaan untuk aturan, nilai-nilai dan tanggung jawab,dalam menerapkan kritis, informasi dan aktif bagi warganya. Terutama di negara-negara dengan masa lalu yang otoriter, oleh sebab itu LSM menganggap bahwa model konformisme masih dominan, dan menekankan peran CE dalam menerapkan masyarakat sipil yang lebih kuat.

Citizenship Education In Pakistan (E-mail: atifbilal@live.com Dr. R.K. Malik SZABIST, Islamabad, H8/4, Islamabad, Pakistan Developing Country Studies www.iiste.org ISSN 2224-607X (Paper) ISSN 2225-0565 (Online) Vol.4, No.16, 2014 )
Jurnal ini membahas tentang pentingnya kewarganegaraan sebagai bagian dari kurikulum, serta bagaimana menggunakan pendidikan kewarganegaraan untuk membuat siswa menjadi warga negara yang baik.sipenulis bertujuan untuk membandingkan sistem pendidikan kewarganegaraan dengan negara yang mapan seperti Kanada dan Inggris, karena sebagian besar warga negara Pakistan kurang perhatian terhadap pendidikan kewarganegaraan sehingga mereka menggunakan pendekatan untuk mengembangkan sistem informasi kewarganegaraan dan partisipatif ( Dean, 2002; Kerr, McCarthy dan Smith 2002; Torney-Purta dan Amadeo 1999 ) sehingga pendidikan kewarganegaraan berkaitan denga masalah lokal, nasional dan bahkan tingkat global. Selain itu kewarganegaraan pakistan memiliki empat domain,yaitu domain sipil,domain politik,domain sosial ekonomi dan domain budaya.dalam membuat perbandingan pelaksanaan kewarganegaraan di Kanada dan Inggris penulis melakukan peninjauan secara releval pada data sekunder dan literatur, untuk mencapainya pendidikan kewarganegaraan  dimulai dengan menulusuri sejarah perkembangan kewarganegaraan pendidikan di Pakistan, setelah itu dibandingkan dengan Kanada dan Inggris, kemudian masalah dan peluang dilhat berdasarkan literatur yang dikaji. Kurikulum yang dirancang untuk berfikir kritis dan bermanfaat bagi siswa ( Wringe,1992,1998 ). Pemerintah juga membuat keputusan bagi siswa untuk berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan ( Davies, 2002 ). Pendidikan kewarganegaraan adalah salah satu cara terbaik untuk membuat siswa mudah dalam berpolitik dan aktif secara sosial, Riddell ( 2002, hlm.20/23) ( DFEE / QCA, 1999, hal 4 ).Hal ini ditunjukan dalam literatur bahwa pendidikan kewarganegaraan,ada konsep ( Turner, 1986 ) Resnick 1990; Clarke, 1994 ) dengan tegas menyatakan pendidikan kewarganegaraan dimulai pada zaman yunani kuno,dimana pada saat itu semua orang menggunakan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan sedangkan konsep pendidikan pada zaman sekarang telah dipengaruhi oleh metode yunani yang merupakan bagian dalam pengambilan keputusan ( Sears 1997 ), karena kewarganegaraan saat ini dianggap sebagai hal yang paling penting antara negara dan individu ( Bottery, 2003 ). Hal ini disebabkan hubungan kewarganegaraan  antara negara dan individu sangat penting, karena memiliki kewarganegraan berarti setiap orang mempunyai hak untuk hidup, bekerja dan memberikan konstribusi bagi pembangunan politik, sosial dan ekonomi. Namun mahasiswa negara seperti Amerika Serikat, Kanada dan Inggris secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan politik seperti sistem pemilu dan pemilihan pemerintah dengan alasan untuk partisipasi melalui sistem pendidikan kewarganegaraan. Di sisi lain Pakistan sebagai salah satu negera yang sudah 60 tahun didirikan tidak bisa mengembangkan sistem pendidikan kewarganegaraan yang tepat dikarenakan pemerintah sebagai pembuat kebijakan tidak meperhatikan pembentukan sistem pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan, hal ini dikarenakan ketidaksadaran kewarganegaran, presentasi pengecoroan suara tidak pernah mendekati 50% di semua pemilu yang diadakan di Pakistan sejak pembentukannya. Jadi pakistan membutuhkan banyak perhatian lebih untuk memperkuat  sistem pendidikan secara umum, dengan fokus secara khusus pada pendidikan kewarganegaraan. Karena ini adalah salah satu cara bagi orang Pakistan terutama mahasiswa untuk mudah mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara utuh dalam sosial, politik, ekonomi dan pembangunan negara. Sebab Pendidikan kewarganegaraan di Pakistan dibuat sebagai bagian yang penting dalam tingkat kurikulum,sistem kurikulum juga dibagi menjadi dua sistem, swasta dan publik. meskipun sekolah swasta membuat Kurikulum sendiri.
Citizenship Education in the Elementary Classroom: Teacher Candidates Explain Photograph and their perception ; The journal of sovial studies Volume,33, Issue I(ynthia Szymanski Sunal,The University of Alabama,Lynn A. Kelley Tuscaloosa COUNTY SCHOOLS, Alabama ,Dennis W. Sunal The University of Alabama

ketiga penulis memaparkan tentang sebuah kumpulan foto yang diambil di kelas serta dikategorikan sebagai suatu proses protes pada pendidikan kewarganegaraan melalui metode sosial.Hal in muncul karena adanya komunikasi penting dalam karakteristik pendidikan kewarganegaraan demokratis dengan kemampuan difoto untuk memfasilitasi pemahaman bagi setiap siswa sebagai suatu tindakan yang diambil sehingga siswa secara aktif terlibat didalamnya.sehingga tujuan utama dalam peneitian mereka yaitu menunjukan bahwa calon guru SD dilihat dari pendidikan kewarganegaraan demokratis, siswa terlibat dalam pelaksanaan melalui foto – foto yang diambil.Di America serikat guru SD dibebankan untuk meletakan pedidikan kewarganegaraan ( Harwood, 2001 ), berdasarkan pengalaman yang cukup besar dalam penempatan di kelas.karena kewarganegaraan demokratis diperdebatkan ( Bagnon, 2003 ; Osler dan Starkey, 2003 ; Kennedy, 2003 ) pada abad 21,mendorong peristiwa kehancuran yang dialami pada tanggal 11 september 2001, dengan bom mobil dan bom bunuh diri dibeberapa negara,maka warga Amerika Serikat khawatir atas hak – hak mereka dibatasi oleh pemerintah federal, sehingga terjadi kekhawatiran untuk mengungkapkan kewarganegaraan ( Niemi dan Neimi, 2007;Osanlo 2007; Surai in press ).Selain itu kewarganegaraan digambarkan untuk melaksanakan peran dan tanggung jawab masyarakat demokratis ( Kerr, 2003 ),sebab komponen diperlukan untuk pengembangan aktif kewarganegaraan harus di fasilitasi oleh sekolah ( Kerr Cleaver, Irlandia dan Blenkinspo,2003. Dewey 1916/2004),Sekolah telah memasukan politik dalam studi sosial pada kurikulum kewarganegaraan karena politik terkait dengan pengetahuan tentang struktur, fungsi, dan peran pemerintah baik tingkat lokal maupun tingkat internasional, ( Kare. 2005 ). komponen kurikulum bertujuan untuk melibatkan masyarakat dalam tanggung jawab sosial dan moral  yang di anggap bisa diterapkan pada pendidikan kewarganegaraan demokrasi, Namun Kaye ( 2004 ), mengatakan dalam instruksi IPS pedagogi melibatkan mahasiswa secara aktif mengembangkan kewarganegaraan dikalangan siswa.Pendidikan kewarganegaraan yang demokrasi ditemukan dalam pembelajaran tentang nilai – nilai bersama, hak asasi manusia, isu – isu keadilan dan kesetraan ( Deakin Coatos, Taylor dan Ritchie, 2004, Shinew, 2001 ). Selain itu guru di kelas memanfaatkan percakapan dan mengalihkan perhatian pada isu – isu yang melibatkan siswa,dari pengalaman mereka hal ini menunjukan inklusif dan partisipatif yang demokratis. Oleh sebab itu dari hasil isu tersebut siswa disuruh melaporkan identifikasi foto layanan guru yang dianggap sebagai pendidik kewarganegaraan demokratis yang terjadi didalam kelas. hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru SD sebagai calon pengajar pendidikan kewarganegaraan demokratis harus didasarkan pada Pengalaman siswa yang dapat dijangkau  melalui foto-foto mereka Yang diambil. Karena hal ini adalah kesempatan luas bagi calon guru, kemudian di bahas bersama serta mengkategorikan bagaimana mengidentifikasi dan menafsirkan kewarganegaraan demokratis sesuai peristiwa yang terjadi di kelas. Pendidikan IPS dalam Metode instruktur menggunakan gambaran foto terbuka seperti dalam penelitian ini menunjukan untuk memastikan calon guru sebelum mengetahuinya. Hal ini dapat diharapkan menjadi suatu kelompok yang berbeda dari calon yang akan membawa kelompok yang mempunyai perbedaan pengetahuan sebelumnya.Seiring berjalannya waktu tugas tersebut dapat membantu instruktur untuk membangun potret jenis pengetahuan sebelumnya sering ditemukan antara kandidat di institusi pendidikan tinggi

Citizenship,Goverance and Gender,Andrea Fleschenberg dos Ramos Pineu Istitute of Social Sciences, University of Hildesheim. Germany ( Pakistan Journal of Women's Studies : Alam-e.Niswa Vol.15, No.2, 2008, pp.43-59, ISSN : 1024-1256 )
Artikel ini bertujuan untuk menerapkan kritis terhadap hubungan Asia Selatan khususnya Pakistan dan Afganistan yang akibatnya kewarganegaraan dan gender sama – sama membahas konsep dari tiga istilah yang diterapkan dalam beberapah studi kasus tentang gender, suara partisipasi dalam formal dan informal yang digambarkan pada kasus dari wiliyah Eropa dan Asia selatan.Governance atau pengambilan keputusan diimplementasikan secara resmi dan informal yang diperdebatkan sebagai badan pengambilan keputusan secara resmi dialihkan kepada keputusan informal.Konsep kewarganegaraan secara khusus feminis menulis bahwa dalam negara tanpa kecuali perempuan.dalam artikel ini kritik feminis khususnya konsep kewarganegaraan yang di defenisikan  oleh teori politik sebagai garis struktur patrial yang tetap utuh,kesetaraan antara perempuan dan laki – laki,dan perbedaan antara warga yang mencakup gagasan bahwa individu gabungan identitas perempuan secara hiterogen yang mempertimbangkan faktor –faktor secara horizontal dan vertikal,namun menurut Nancy Fraser ( 2000 ) ia menguraikan gagasan kewarganegaraan didasarkan pada inklusi tanpa kecuali pengakuan distribusi yang dikaitkan pada status sosial. Selain itu studi kasus pada masalah femini di Afganistan pada tahun 2005 pemilu nasional di Afganistan para kandidat adalah perempuan dengan mempunyai jatah kursi yang menguntungkan.Hal ini dikarena dalam melakukan kempanye para kadidat perempuan menghadapi kesulitan untuk mengakses daerah pedesaan  karena tidak aman dikarenakan banyak masyarakat merasa mereka tidak memliki akses bantuan pemerintah dan perlindungan keamanan oleh polisi sehingga menteri urusan perempuan memberi perlindungan bagi kandidat perempuan,sebab kandidat perempuan selalu mendapat ancaman oleh kelompok militan Islamia. Di  sisi lain studi kasus yang terjadi di Pakistan adanya tanda - tanda perubahan karena sebelumnya Pakistan memiliki wanita dalam jumlah yang banyak masuk dalam dunia politik sehingga terjadi kritik dengan kehadiran ruang publik dalam kehidupan politik. Oleh sebab itu penyelengaraan kewarganegaraan saling ketergantungan baik secara efisien maupun akuntabel,responsif dan inklusif untuk kepentingan warga negara yang dapat mendorong perempuan dalam praktek kewarganegaran,maka dari itu kebijakan nasional paling efektif untuk mengimbangi hak - hak kewarganegaraan perempuan.namun keterlibatan dalam perjuangan lokal sangat signifikan bagi kebanyakan wanita. Oleh sebab itu untuk menyelasikan kedua kasus tersebut dalam artikel ini menjelaskan adanya pendekatan inovatif  dari berbagai daerah d dunia melalui jender penilaian kemiskinan partisifatif sensitif di tanzania,sedangkan reformasi kelembagaan secara formal dan informal menuju tingkat lebih tinggi dari inklusivitas sosial dan spesifik gender. Kemudian desentralisasi dan peningkatan kekuatan pemerintah dapat menciptakan suatu pemberdayaan kewarganegaraan, seperti Mukhopadhyay  menunjukan di kalangan, india struktur sosial di tingkat lokal,tradisional dan informal dengan hubungan kekuasaan serta ideologi gender yang sering dilaksanakan pada tingkat pemerintahan nasional yang mengangkat isu - isu gender sebagai hal yang kontroversial pada tingkat proses perencanaan pembangunan.



Civic Involment In Awareness And Ghana : The Implication curricular,Honey Musah Abudu, M.Phil Faculty of Education, University for Development Studies, Tamale, Ghana Moses Naiim Fuseini Integrated Science Faculty, University of Development Studies, Ghan (European Journal of Scientific February 2014 edition vol.10, No.4 ISSN: 1857-7881 (Print) e - ISSN 1857- 7431 )

Penelitian ini menguji implikasi kurikuler terhadap keterlibatan kesadaran sipil,yang difokuskan pada kegiatan kemasyarakatan,yang menggunakan desain kelompok kontrol dengan berukuran sampel 120 responden sedangkan kuesioner terstruktur dibantu dalam proses pengumpulan data, dengan hasilnya menunjukan bahwa repsonden pendidikan kewarganegaraan mendukung semua kegiatan yang mengambarkan pendidikan pada tingkat  kelompok eksperimen tentang kesadaran pada semua isu – isu sipil yang tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain itu temuan kembali menunjukan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara orang yang menginginkan pendidikan kewarganegaraan, dengan orang yang tidak menginginkan pendidikan kewarganegaraan dalam pelayanan masyarakat. Karena kesadaran dalam tingkat masyarakat adalah dengan adanya pendidikan kewarganegaraan kesadaran masyarakat meningkat sehingga dimungkinkan seseorang bisa terlibat dalam kegiatan masyarakat sehingga penelitian ini merekomendasikan bahwa kurikulum sekolah harus mencakup kegiatan yang  meningkatkan kesadaran masyarakat dengan keterlibatan masyarakat itu sendiri. Selain itu peneltian dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana sekolah berperan dalam mendidik  pemuda memahami dan berpartisipasi pada semua kegiatan masyarakat termasuk memberikan suara dalam pemilu,sebab sekolah membantu kaum mudah untuk mengembangkan warga negara diseluruh dunia ( Bank, 1990 ) karena pendidikan kewarganegaraan adalah satu mata pelajaran tertua di kurikulum sekolah dengan tujuan mendidik pemuda yang akan terjun dimasyarakat dan bertanggung jawab,dengan menumbuhkan sikap demokratis, keterampilan, dan pengetahuan sehingga terlibat dalam masyarakat,yang mampu dalam melihat isu – isu publik yang penting sehingga membuat demokrasi berkembang ( Dahal, 2002 ). Di sisi lain kementrian pendidikan dan Olahraga ( MOES ) ( 2007 ) mempunyai pandangan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah subjek dengan tujuan untuk menghasilkan warga yang kompoten,reflektif,dan partisipatif yang akan berkonstribusi pada pengembangan masyarakat dalam semangat patriotisme dan demokrasi ( p.ii ). MOES ( 2007 ). Namun tantangan negara dalam pengembangan pendidikan kewarganegaraan disebabkan oleh adanya kebodohon yang tumbuh dari pemuda terhadap partisipasi dalam kegiatan masyarakat. Dalam Galston ( 2004 ), Campbell ( 2006 ), Touya ( 2007 ) dan Flanagan, Levine dan Settersten menunjukan bahwa saat keterlibatan masyarakat dalam kewarganegaraan dan kegiatan politik di berbagai negara di dunia. ( dalam Touya,2007 : 2 ). Dalam beberapa tahun terakhir, survei dan penelitian telah menunjukkan signifikan penurunan partisipasi politik dan keterlibatan masyarakat penduduk maju demokrasi yang sudah mapan. Meningkatkan proporsi dari populasi negara-negara ini menunjukkan sikap apatis terhadap urusan politik, diamati dalam jumlah pemilih yang berkurang, keanggotaan dalam partai politik, sipil asosiasi atau keterlibatan dalam urusan sosial. Hal tersebut di pertegas oleh Delli Carpini dan Keeter ( 1996 ) bahwa kuranngnya pengetahuan sipil telah memberikan konstribusi terhadap keterlibatan sipil lebih terbatas, Namun menurut Campell 2006 ) dan Touya ( 2007 ) sebuah korelasi positif yang signifikan antara pendidikan tinggi dan langakah – langkah perilaku kewarganegaraan positif. Misalnya, Nie, Junn dan Stehlik-Barry,1996 ), Putman ( 2001 ) Levine dan Lopez ( 2004 ) dan Browne ( 2013 ) yang menunjukan bahwa pendidikan yang efektif dapat diukur pada kualitas partisipasi masyarakat).


Configuring the region: maritime trade and port–hinterland relations in Bremen, 1815–1914 ( ROBERT LEE,School of History, University of Liverpool, Liverpool, L69 2BX ),Urban History,32, 2 (2005) @ 2005 Cambridge University Press Printed in the United Kingdom doi:10.1017/S096392680500299
Artikel ini menganalisis perbedaan hubungan antara pelabuhan-kota Bremen dan pedalaman yang mengkaji empat faktor penentu pedalaman yang mempunyai keterkaitan antara kerangka politik, pola perdagangan dan pemindahan penduduk,maka kontribusi dari Bremen mengenai transmisi inovasi budaya berfokus, pada giliran perdagangan, migrasi dan pertukaran budaya yang berbeda, namun pendekatan teoritis memahami sebagai kompleksitas sejarah tentang hubungan pelabuhan dan pedalaman tentang sejauh mana perdagangan, migrasi dan budaya pedalaman adalah bagian dari sistem interaktif. Akibatnya hubungan antara, kota dan daerah pedalaman sering diabaikan, meskipun pengakuan luas bahwa interaksi antara kota dan masyarakat sekitarnya merupakan aspek penting dari sejarah perkotaan.Namun pada kenyataannya, teori tempat pusat dan analisis distribusi telah memberikan dasar untuk pekerjaan penting pada pertumbuhan hierarki perkotaan dan permodelan spasial pembangunan di pesisir pantai.Akibatnya, hubungan antara kota dan daerah pedalaman sering diabaikan, meskipun pengakuan luas bahwa interaksi antara kota dan masyarakat sekitarnya merupakan aspek penting dari sejarah perkotaan.Selain secara rinci Kekurangan dalam  penelitian ini dilihat pada  hubungan antara perubahan pusat-pusat kota dan daerah pedalaman yang selalu bermasalah dalam terutama dalam kasus pelabuhan-kota. Secara signifikansi jaringan transportasi antara pelabuhan  dan daerah industri utama muda untuk berfungsi sebagai daerah transit sehingga memperkuat pandangan bahwa sangat terbatas sehingga geografisnya terputus. Meskipun pertumbuhan yang cepat pada palabuhan-kota Eropa dari awal periode modern dan seterusnya, penelitian tentang hubungan pelabuhan dan pedalaman telah dibatasi oleh sejumlah faktor. Pertama, sulit untuk membedakan antara peran maritim dari pelabuhan-kota dalam hal impor dalam perdagangan ekspor dengan fungsinya untuk refleksi dari lokasi dalam infrastruktur transportasi internal yang ditentukan dengan rentang geografis pedalamannya. Kedua, pelabuhan dan pedalaman kota itu sendiri bermasalah dan kontroversial. Menurut Kriteria politik atau yurisdiksi, itu merupakan subordinasi daerah atau wilayah, sedangkan bidang perkotaan pelabuhan-kota adalah daerah atas yang bisa memberikan pengaruh ketergantungan individu.Meskipun telah dilaksanakan kajian komprehensif dari hubungan antara pelabuhan dan pedalaman, namun,tetap bermasalah, sehingga sebagai studi kasus Bremen menggambarkan. Pelabuhan kota lain, yang memiliki berbagai tumpang tindih daerah pedalaman yang bisa di kaitannya dengan tipe interaksi tertentu.Namun, banyak komponen  jaringan interaktif , secara herarki menurut Bermen di daerah pedalaman sulit untuk menangkap jaringan sedangkan secara khusus aspek perdagangan, migrasi dan pertukaran budaya tetap 'sulit untuk mengukur aktivitas dan Informasi tentang perdagangan ekspor internal ( R. Lee dan P. Marschalck ) dalam perubahan demografi perkotaan di Hansestadt (  Bremen, 1815-1910 ', di Lawton dan Lee (eds.), Penduduk dan Masyarakat ) .
Indigenous Authorities and Citizenship Demands in Guatemala ( Elisabet Dueholm Rasch ), Social Analysis, Volume 55, Issue 3, Winter 2011, 54–73   Berghahn Journals doi:10.3167/sa.2011.550304
Dalam artikel ini, penulis menganalisis bagaimana otoritas adat di Guate-mala yang bernegosiasi pada kewarganegaraan di tingkat lokal dalam konteks yang lebih besar dalam mengklaim adat di Amerika Latin. Penulis berpendapat bahwa pembangunan kewarganegaraan di tingkat lokal tidak hanya dibingkai oleh model yang dikenakan pada masyarakat adat tetapi juga dibentuk oleh makna bahwa individu melampirkan identitas asli mereka. Penulis menggunakan pemilihan pertama yaitu Quetzaltenango sebagai pendapat dari walikota dalam penghapusan bagian dari sistem masyarakat jasa di Santa María sebagai titik tolak untuk melihat cara pendekatan adat  dalam kerangka hukum sebagai cara untuk membangun kewarganegaraan. Karena kedua proses tidak menyebabkan ekspresi adat kewarganegaraan secara langsung. Selain  itu sejak 1980-an, Amerika Latin telah mengalami hal yang"menakjubkan dengan (kembali) munculnya masyarakat adat sebagai aktor politik "(García 2005: 4). Sebagai bagian dari proses,meskipun Amerika Latin telah menyaksikan munculnya  kota adat ORS dan semakin pentingnya bentuk-bentuk otoritas adat di pemerintahan kota (Van Cott 2008).Oleh sebab itu tujuan utama dalam artikel ini adalah menjelaskan hasil paradoks seperti pembuatan klaim adat dengan menggunakan pendekatan yang  berorientasi kewarganegaraan,dengan menghubungkan indigeneity dan kewarganegaraan dengan cara  menindaklanjuti mobilitas sosial dan politik ( Gaventa 2005:Xiii ). Ia melakukannya melalui kebijakan pertama walikota terbesar di Guatemala,Quezaltenango dalam penghapusan pelayanan masyarakat dikota pedesaan. Selain itu penulis menganalisis kedua kasus tersebut maka penulis berkonstribusi pada literatur yang berkembang dan  berfokus pada pembangunan kewarganegaran dari bawah ( Kabeer 2005a ),Namun konsep kewarganegaraan berdasarkan hak - hak universal dan menjamin suara alam berbagai jenis struktur negara; kerangka hukum yang bekerja untuk semua orang ( Singer 1990 ) Akar dari penelitian ini,tentang pertanyaan kewarganegaraan bahwa perumusan standar dari hak dalam menganalisis pembangunan kewarganegaraan dari bawah dalam perspektif  yang berorientasi (Kabeer 2005a). Dalam perdebatan kewarganegaraan di Amerika Latin,telah berkembang sebagian besar  gagasan bahwa partisipasi pusat kewarganegaraan: adalah menjadi warga negara yang partisipasi (Dagnino 2005). Artikel ini juga disusun untuk membahas struktur hukum dan peran Gerakan dunia dalam membangun kerangka kerja. Lalu menganalisis bagaimana individu di Quetzaltenango dan Santa María bernegosiasi dalam kerangka hukum. Di Quetzaltenango, isi dari negosiasi tentang kewarganegaraan yang berkembang di sekitar pembangunan jalan dan konstitusi par-demokrasi partisipatif. Karena Hubungan kekuasaan lokal dan konflik telah menghasilkan ambivalen dimana posisi mengenai hak-hak universal dan-kelompok menjadi suatu gerakan tertentu. Oleh karena itu Sejak Guatemala merdeka dari Spanyol pada tahun 1821, negara memiliki pertimbangkan keberadaan penduduk asli inilah menjadi masalah. Intelektual dan debat politik berkisar pada bagaimana memecahkan masalah', Meskipun tujuan negara untuk menciptakan Guatemala untuk dapat  menggabungkan penduduk pribumi ke negara-bangsa (Grandin 1997: 23). Tidak sampai 1944 upaya untuk melakukan reformasi agaria dan tekanan di kota adat. Maka setelah jatuhnya reformasi Jacobo Arbenz pada tahun 1954, militerisasi kekerasan yang mengakibatkan perang saudara berlangsung 1960-1996, dimana negara berbalik melawan pribumi warga yaitu sendiri.Maka dari itu didalam artikel ini penulis menganalisis bagaimana aktor lokal membari makna pada praktek politik  dan dentitas adat sehingga pelru adanya tindaklanjuti dalam negosiasi  tentang kerangka hukum yang berfungsi dalam menyelesaikan permasalahannya.
Institutions and the adoption of rights: political and property rights in Colombia Carmenza Gallo Published online: 24 March 2010 Springer Science+Business Media B.V. 2010 Department of Sociology, Queens College and The Graduate Center, City University of New York,New York, NY, USA,e-mail: carmenza.gallo@gmail.com
Dalam artikel ini penulis menjelaskan tentang hasil dari politik tawar menawar tentang perbedaan kolektif dari otorites negara ( Tilly teori dan Masyarakat 26 ( 34 ): 599-602, 1997 ) , hak tawar-menawar diberi tanda dalam lembaga  yang berkembang secara mandiri antara satu sama lain,karakteristik mengenai hak - hak tertentu  lebih mudah dari yang lain. Penulis juga berpendapat bahwa lembaga yang bervariasi sepanjang dua dimensi mempengaruhi sejauh mana masyarakat dapat berhasil apabila mengadopsi hak - hak yang ditetapkan, dimana dimensi pertama lebih menekankan pada distribusi, kedua tentang kedalaman yang memperpanjang aturan terhadap suatu hak yang dberikan, Artikel    ini berfokus pada perbedaan institusional antara hak milik,khususnya kepimilikan tanah, dan hak-hak politik dan konsekuensinya mereka yang mengambarkan argumen dari kolombia sejak 1980. Oleh karena itu selama dua dekade terakhir demokrasi dan pemberian hak asasi manusia terutama  demokrasi menjadi masalah akademis dan politik. Selain itu Artikel ini juga berfokus pada institusional antara hak terutama kepemilikian tanah, dan hak - hak politik seperti hak untuk memilih serta konsekuensi dari perbedaan untuk ekspansi Selain itu penulis mengambarkan unsur argumennya yaitu dari kolombio 1980,kolombia berdiri sebagai sebuah negara, yang sejak tahun 1990-an telah diperluaas hak-hak politik yang memperdalam demokrasi melalui partisipasi politik yang lebih besar tetapi sekaligus mampu menerapkan dan mengembangkan hak asasinya.penulis melihat adanya pedekatan yang berbeda dengan asal - usul hak kewarganegaraan sehingga penulis memetahkan berbagai jenis lembaga yang mendukung hak - hak yang berfokus pada perbedaan institusional antara hak-hak politik dan properti, serta bagaimana memahami perbedaan penerapan hak yang dilaksanakan di kolombia.karena hak mencerminkan tawar-menawar  melibatkan kelas khusus dalam kepentingan, lembaga-lembaga yang mendukung serta mengembangkannya secara terpisah,serta mampu beradaptasi dengan perubahan dalam hubungan derajat yang berbeda. Lembaga yang memiliki efek distribusi langsung dan mengembangkan jaringan dalam peraturan sebagian mempertahankan kekuasaan yang tidak setara theor Soc (2010) 39: 415-431 427.hubungan yang lebih tertanam dalam proses sentralisasi kekuasaan, mencerminkan tawar-menawar yang stabil terutama atas tanah pedesaan, yang memerlukan kontrol nyata dari wilayah di bawah yurisdiksi negara,didasarkan pada beberapa tingkat kepercayaan. Lembaga yang secara tidak langsung redistributif disertai dengan aturan dan peraturan yang  tersebar dimana- mana, meskipun, lebih mudah untuk membangun. Penulis berpendapat bahwa hak milik adalah contoh hak-hak sosial yang terakhir.Hak pemilu berpotensi mendistribusikan sumber daya ekonomi, tetapi dibingkai oleh aturan yang relatif sederhana, yang di bawah tekanan internasional, serta kondisi internal yang menguntungkan, lebih mudah untuk mengadopsi. Kebebasan sipil dan hak-hak antidiskriminasi secara tidak langsung distributif yang dikelilingi oleh banyak aturan yang kompleks, yang membuat mereka sulit untuk memberlakukannya.

The Neoliberal Educational Agenda and the Legitimation Crisis: old and new state strategi ( XAVIER BONAL, Autonomous University of Barcelona, Spain ) British Journal of Sociology of Education, Vol. 24, o. 2, 2003
Dalam Tulisan ini membahas tentang bagaimana neoliberal agenda pendidikan mengembangkan rasionalitas politik baru yang mengubah bentuk-bentuk tradisional, di mana negara telah berhasil mengalami krisis legitimasinya. Maka dalam tulisan ini menunjukkan bahwa faktor-faktor berbasis konteks nasional spesifik, menunjukkan bahwa rasionalitas politik ini mungkin tidak sama diterapkan dalam kasus pada negara bagian. Hal ini berbeda karena negara pinggiran stelah menyediakan beberapa bukti pada kombinasi yang diperlukan dalam strategi lama dan baru untuk dikembangkan oleh negara secara resmi dalam agenda neoliberal. Di sisi lain hegemoni neoliberalisme sebagai doktrin ekonomi untuk mengarahkan pada pembuatan kebijakan yang mempengaruhi pendidikan sebagai intervensi sektor publik. Tulisan ini berfokus pada konsekuensi bahwa adopsi agenda neoliberal adalah memiliki masalah pada legitimasi negara dan pengelolaan masalah tersebut. Seperti telah dikatakan, strukturisasi peran negara dalam pendidikan disebabkan oleh globalisasi dan neoliberalisme yang mengubah dan sifat dari sumber masalah legitimasi negara, serta menyiratkan perubahan jenis rasionalitas politik yang dibutuhkan untuk mengelola problems. Selain itu Artikel ini telah mengkaji argumen yang mendukung perubahan ini. Dari sumber masalah legitimasi bahwa, di bawah KWS, didasarkan pada tanggung jawab negara untuk melihat hasil dari sistem pendidikan dalam mobilitas sosial dan produktivitas tenaga kerja, penerapan agenda neoliberal didasarkan pada retorika dalam sumber masalah legitimasi,untuk pertanyaan tentang 'inefisiensi' efek bawah untuk memberikan kesempatan kepada individu. Rasionalitas politik neoliberal, seperti yang dijelaskan oleh Robertson dan Dale, dengan penekanan pada individualisme posesif dan self-entrepreneu- rialism, yang menjadi retorika di bangun yang berguna untuk membuat individu dan masyarakat yang bertanggung jawab atas keputusan mereka dan untuk hasil dari keputusan tersebut. Rasionalitas ini berfungsi negara dengan depolitic keputusan pendidikan, karena itu mengurangi beban politiknya. Namun, karena mekanisme pengiriman pasar menyebabkan pengecualian dan dilokasi, negara terpaksa menggunakan 'negara lokal darurat' untuk mengelola masalah kontrol sosial dan kohesi sosial.Sementara argumen ini menyediakan alat-alat analisis yang diperlukan untuk memahami mekanisme di mana globalisasi dan neoliberalisme telah berdampak pada perubahan pendidikan pembuatan kebijakan dan negara rasionalitas politik, artikel ini berpendapat bahwa perlu untuk mengambil langkah lebih lanjut untuk memahami bagaimana orang-orang mekanisme yang direkonstruksikan dalam sistem pendidikan nasional yang spesifik. Untuk menggambarkan hal ini, telah focus pada negara untuk mengamati bagaimana karakteristik nasional dan mode tertentu intervensi negara menengahi dalam proses mengadopsi agenda neoliberal dan dalam masalah legitimasi negara. Pentingnya masalah legitimasi dalam membentuk agenda pendidikan dan kontradiksi khusus yang dihadapi oleh negara ripheral semipe- dalam proses pembuatan kebijakan merupakan faktor penting dalam proses tion recontextualisa- rasionalitas politik neoliberal. Dengan demikian, rasionalitas politik neoliberal tidak hanya diadopsi oleh negara untuk mengelola legitimasi problems.Rather, itu adalah masalah legitimasi dari negara semiperipheral yang terutama menjelaskan mana aspek rasionalitas politik neoliberal yang dimasukkan ke dalam retorika negara dan kebijakan, yang hanya dikecualikan atau bahkan direkonstruksi. Tingkat recontextualisation analisis menjadi penting untuk memahami proses bagaimana hegemonik, seperti neoliberalisme, yang diadaptasi secara lokal atau, memang, bagaimana mereka bisa dilawan dan conteste.
Sean L. Yom : Civil Soceity and Democratization in the Arab World
Middle East Review of International Affairs, Vol. 9, No. 4 (December 2005

Di dalam artikel ini menjelaskan tentang  analisis"masyarakat sipil" yang dijelaskan dalam tesis yang berasumsi tentang suatu politik di negara Arab saat ini,yang berpendapat bahwa aktivisme sipil yang kuat dapat menghasilkan dua rezim demokratis Pertama, mengenai analisis untuk mencapai konsensus dalam mendefinisikan masyarakat sipil dalam konteks Arab.Kedua,ekspansi terbaru dari sektor asosiasi merupakan fungsi dari penguasa otokratis 'Sehingga strategi liberalisasi dikendalikan ketimbang melemahkan tujuannya, oleh karena itu Negara Arab tetap kuat dalam kemampuan untuk menekan mereka. Pada akhirnya, pengamat harus hati-hati dalam menerapkan dukungan mereka terhadap masyarakat sipil sebagai  otoritarianisme di Timur Tengah.Sejak awal 1990-an, dan 11 September 2001, pengamat Barat telah merangkum masyarakat sipil sebagai awal menuju transisi demokrasi di Negara-negara Arab di Timur Tengah dan Utara Afrika (MENA).  Dengan adanya berita populer baru-baru ini tentang pergolakan di Georgia, Ukraina, dan Kyrgyzstan,pada kekuasaan "diawal tahun 2005 kelompok anti-Suriah melakukan protes di Beirut terhadap pro demokrasi, aksi unjuk rasa dilakukan di kairo dengan menunjukkan kebenarannya,mahasiswa dan perwakilan masyarakat dengan demikian organisasi masyarakat sipil Arab (CSO)  mengambil kebijakan dengan alasan apabila pemerintah secara otoriter menkankan adanya reformasi,maka politik secara transformasi akan terjadi ketidak stabilan diseluruh Wilayah, sehingga pada armada internasional dukungan diplomatik keuangan,dan moral maka dengan demikian LSM mendapat dukungan sebagai kekuatan penting dalam merangsang runtuhnya otokrasi Arab.Meskipun tidak pernah sebelum namun mereka begitu memiliki  ambisius untuk melakukan kampanye secara eksternal untuk melakukan perubahan rezim yang menyelimuti Negara MENA apalagi masyarakat Bumiputera yang selalu berupaya menumbuhkan masyarakat sipil sebagai prasyarat dasar demokratisasi.Namun, sponsor kuat dari masyarakat aktivisme bisa gagal untuk membawa tentang Negara Arab menuju demokrasi, untuk "masyarakat sipil hal ini disebabkan karena tersandung dua masalah.yang pertama,tidak terdapat definisi konsensual atau organisasi masyarakat sipil Arab karena bukan masalah hanya bahasa misalnya, apakah Islamis dianggap sebagai bagian dari kehidupan sipil,sehinga dalam penrapannya mahasiswa dan bantuan parktis tidak yakin apakah mereka dapat mendukung tujuan demokrasi.Kedua tentang masyarakat sipil menganggap bahwa melalui kekuatan kolektif dengan tuntutan dan kepentingan, asosiasi tersebut Sektor dapat memaksa otorite pemerintah untuk menghasut pelaksanaan demokratisasi. Namun, selama dua  dekade negara-negara Arab telah memanfaatkan sebuah siklus strategi liberalisasi-represi untuk mengontrol untuk membengkak aktivisme sipil. Maka Sebagai hasilnya,kebangkitan yang sangat terkenal dari negeri Arab masyarakat maka mengisyaratkan tidak mundur dari rezim-rezim otokratis, yang masih berdiri kuat di dalam pelaksanaan politik dan kapasitas fisik untuk menindas, melainkan mereka melakukan perlawanan meskipun menderita secara defisit baik sumber daya ekonomi dan legitimasi politik.Argumen ini tidak bermaksud untuk mendiskreditkan studi lanjutan dari masyarakat sipil Arab.Setelah tidak adanya kesimbangan kompetisi politik multipartai, karena mereka paling anti kegiatan politik negara yang disalurkan melalui  rezim dan kelompok daripada partai oposisi. Namun tidak berarti bahwa masyarakat sipil dapat menyelesaikan masalah  otokratis Masyarakat Arab.karena OMS belum merangkul kekuasaan secar baik untuk membongkar lembaga koersif yang berpihak pada kekuasaan tertentu.


The Politics of Transparency and Surveillance in Post Reunification Germany (Stefan Sperling,2011) Stanford University USA. 8(4): 396- 412 http://www.surveillance and society.org ISSN: 1477-7487
Setelah jatuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989, Jerman bersatu mengintensifkan kebijakan transparansi politik dalam upaya untuk mengurangi kekhawatiran Eropa terhadap Jerman sebagai negara adidaya baru,sebab transparansi menjadi sarana untuk legitimasi politik, istilah praktek yang diperoleh khas dimensi etis.Upaya yang dilakukan secara terus-menerus oleh Jerman untuk berdamai dengan sosialis nasional pada masa lalu dalam sosialisme negara. Sebagai legitimasi moral yang baru ditemukan di Jerman menggambarkan Jerman Timur sebagai negara bermoral,Jerman Timur mempunyai polisi rahasia (Stasi) dan aparat pengawasan yang sangat luas sehingga menjadi target transparansi, karena logika transparansi di negara Jerman Barat mempunyai fungsi Sebagai salah satu bentuk transparansi menjadi suatu bentuk legitimasi di Jerman, membalik menjadi suatu yang dilarang.Dalam hal ini,pengawasan berfungsi untuk mengklarifikasikan ketidak  merata penyelesaian,sistem politik, dan kehidupan publik mereka di Jerman Timur. Konflik antara pemahaman yang berbeda dari transparansi menjadi sangat jelas dalam debat antara dua tokoh politik, salah satu dari Timur dan satu dari Barat. Kasus reunifikasi Jerman berfungsi untuk menyoroti kontingensi makna konsep transparansi,pengawasan, dan privasi.Dalam tulisan ini penulis juga lebih memperdalam pemahaman kita tentang dinamika transparansi dan pengawasan dalam tiga bidang. Pertama, kita telah melihat bahwa makna dari kedua transparansi dan pengawasan yang bergantung pada pemahaman interpretasi privasi, kepribadian, dan konsep dasar lainnya. Sebagai diferensiasi meningkat budaya secara cepat bisa tertanama dalam bangsa. Dalam edisi perdana jurnal ini Gary Marx (2002) bertanya hal tentang pengawasan 'baru'. Marx mengidentifikasi beberapa perubahan utama dan sarana dalam metode, tetapi tidak menemukan implikasi normatif yang jelas. Menurut klasifikasi Marx, pengawasan Jerman Timur akan jatuh di bawah perencanaa. Hal ini ditunjukan terhadap individu yang  bertindakan tidak sesuai dengan posisi pemerintahs.tetapi sesuai intervensi kepribadian individu. Pengawasan yag sering dilakukan oeh rekan – rekan seperti, Pengawasan di Jerman Barat,sejalan dengan jenis pengamatan yang telah diterapkan di negara demokrasi liberal.Pengawasan baru di negara liberal tidak memiliki nampak untuk dikenali,karena kurang dirasakan sebagai gangguan dalam hak konstitusional sehingga tidak bebas untuk diunggkapkan,Meskipun gaya pengawasan berbeda antara Jerman Barat dan Timur, penulis  berpendapat dalam artikel ini bahwa ruang lingkup dan skala mereka sangat mirip, sehingg kita diharuskan untuk menemukan penjelasan  sesuai apa yang dirasakan mereka. Penulis berpendapat juga bahwa apa yang dianggap sebagai pengawasan yang tidak pasti diberikan, atau stabil dalam perbedaan budaya atau politik; bukan, suatu pengawasan seperti melibatkan diri sendiri dibawah pengawasan.selain tu Kasus reunifikasi Jerman telah menunjukkan bahwa kedua transparansi dan pengawasan yang tertanam dalam konteks budaya dan politik  memberi mereka makna dan bagaimana bentuk membentuk hubungan antara pengamat dan yang diamati yang terstruktur dalam setiap kasus. Transparansi dan pengawasan dapat berfungsi, dalam proses dialektis, sebagai bayangan satu sama lain, dimana masing-masing mendefinisikan, menstabilkan, dan bahkan memperpanjang arti yang lain. Kedua, perbedaan tidak selalu muncul secara independen dari Niat pemimpin sosial '. Sebaliknya, Transparansi dan pengawasan, sementara muncul sebagai historis spesifik dan budaya artefak AC,yang dapat dijadikan sebagi  alat perjuangan  dalam legitimasi politik dan moral.

Komentar

Postingan populer dari blog ini